DAMPAK GLOBAL WARMING TERHADAP PERTANIAN DI
INDONESIA
Oleh: Karniti
Abstrak:
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan
suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. sebagian besar peningkatan
suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan
oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia
melalui efek rumah kaca. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi
gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi
gas CO2 ini dise-babkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak. Upaya
Khusus Mengatasi Global Warming adalah menanam pohon dan menggunakan
bioenergi.
A.
Pendahuluan
Emisi adalah hasil kegiatan umat manusia yang meningkatkan
konsentrasi gas-gas greenhouse effect seperti : Carbon dioxide, methane,
chlorofluoro carbon dan nitron oxide. Peningkatan konsentrasi gas-gas di atas
akan menaikkan greenhouse effect yang akhirnya menambah panas suhu permukaan
bumi.
Bertambahnya panasnya suhu
bumi di atas telah menyebabkan bertambahnya air di permukaan bumi menguap.
Kegiatan-kegiatan manusia penyebab fenomena di atas telah terjadi sejak abad 18
ketika di mulainya revolusi industri antara lain dibuatnya pabrik-pabrik,
pembangkit listrik, kendaraan transportasi dan pertanian.
Manusia memanfaatkan berbagai sumberdaya yang ada di
lingkungannya untuk hidup. Kita mengambil makanan dari apa yang tumbuh dan
hidup di darat dan di air. Kita menghirup oksigen dari udara. Kita mengguna-kan
batubara, minyak dan bahan alam lainnya untuk menghasilkan energi ataupun
menjalan-kan pabrik-pabrik. Pabrik-pabrik itu menghasil-kan barang-barang yang
berguna untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia.
Kepada lingkungan, manusia mengem-balikan limbah sisa-sisa
pemakaiannya. Sisa makanannya di buang sebagai kotoran manusia. Sisa kegiatan
sehari-hari dibuang sebagai sampah. Setelah mengambil oksigen dari udara,
manusia mengembalikan karbon dioksida (CO2 ) ke udara. Demikian pula
manusia mengeluarkan karbon dioksida (CO2 ) dalam jumlah besar sebagai
hasil dari pembakaran bahan bakar di pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor.
Semua limbah itu diterima oleh lingkungan dan diolah oleh alam
menjadi zat-zat berguna. Kotoran manusia dan hewan ternak didekomposisi dan
menjadi pupuk yang menyuburkan tanah untuk memproduksi makanan lagi bagi
manusia. Karbon dioksida (CO2 ) diserap oleh tumbuh-tumbuhan yang
dengan bantuan klorofil dan sinar matahari diubah menjadi karbohidrat yang
berupa gula, pati, serat dan keju. Benda-benda yang dihasilkan itu digunakan
untuk makanan, pakaian, perumahan dan bahan bakar bagi manusia.
B.
Kajian
Pustaka
1.
Efek Rumah
Kaca
Efek rumah kaca, yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier
pada 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama
planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk
cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan bumi, ia berubah dari cahaya
menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi, akan menyerap sebagian
panas dan meman-tulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud
radiasi infra merah gelom-bang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas
tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca, antara
lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang
radiasi ini. Gas-gas ini me-nyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang
yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan
Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata
tahunan bumi terus mening-kat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam
rumah kaca. Dengan makin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer,
makin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca disebabkan
karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di
atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran
bahan bakar minyak, batubara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui
kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk menye-rapnya. Energi yang masuk ke
Bumi:
25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer
25% diserap awan
45% diserap permukaan bumi
5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi
inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang
dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk
dikembalikan ke permu-kaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca
diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam
di bumi tidak terlalu jauh ber-beda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah
belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta
beberapa se-nyawa organik, seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC).
Gas-gas tersebut me-megang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
2.
Dampak Efek
Rumah Kaca
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya
perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan
terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya
untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan
mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya
permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu
air laut sehingga air laut mengem-bang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang
mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
3.
Dampak
Pemanasan Global
Para ilmuwan menggunakan model komputer dari temperatur, pola
presipi-tasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global.
Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa perkiraan
mengenai dampak pema-nasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut,
pantai, pertanian, kehidupan hewan liar, dan kesehatan manusia.
a)
Iklim Mulai
Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah
bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas
lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair
dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan
Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin
tidak akan meng-alaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang
ditutupi salju akan makin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam
akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam
hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah
hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari
lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan
meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan
karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan
meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih
banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan
cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses
pemanas-an (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah
hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit
pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam
seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air
akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi
lebih kering dari sebelumnya. Angin (hurricane) yang memperoleh
kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan
pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan
terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
b)
Peningkatan
permukaan laut
Perubahan
tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil
secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan
menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan
laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama se-kitar
Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di
seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan
para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi)
pada abad
c)
Suhu global
cenderung meningkat
Orang
mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak
makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di bebe-rapa
tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat
ke-untungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di
lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika
mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi
dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan
salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair
sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami
serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
d) Gangguan ekologis
Hewan dan
tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini
karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanas-an global,
hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan.
Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat
lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan
menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan
mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.
e) Dampak sosial dan politik
Perubahan
cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-pe-nyakit yang
berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang
panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan
malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut
akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang
berhu-bungan dengan bencana alam (banjir, badai, dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian di mana sering muncul penyakit, seperti:
diare, malnu-trisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit,
dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit
me-lalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne
diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya
ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adanya
perubah-an iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (misalnya, Aedes
aegipty), virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat
tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi
bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah
dikarenakan perubahan ekosis-tem yang ekstrem ini. Hal ini juga akan berdampak
terhadap perubahan iklim (climate change) yang bisa berdampak kepada
peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang/kebakaran
hutan, DBD Kaitan den dengan musim hujan tidak menentu).
4. Ancaman Global warming Terhadap sektor Pertanian Indonesia
Kekhawatiran
orang akan menipisnya persediaan bahan pangan di dunia ini bagi pemenuhan
kebutuhan umat manusia telah bergaung sejak beberapa abad lalu. Malthus, dalam
karyanya yang menimbulkan perdebatan sengit, Essay on the Principle of
Population, mengungkap kekhawatiran tersebut. Malthus mensinyalir bahwa,
kelahiran yang tidak terkontrol, menyebabkan penduduk bertambah menurut deret
ukur, sementara persediaan makanan tak akan mampu tumbuh lebih besar dari deret
hitung. Kekhawatiran Malthus, dan juga banyak orang lainnya, jelas beralasan.
Indikasi yang ditunjuknya telah hampir menjadi kenyataan. Menurut Bank Dunia,
populasi global diperkirakan akan meningkat menjadi lebih 8,3 milyar pada tahun
2025, dari hanya sekitar 5,3 milyar saat ini. Dengan begitu, berpegang pada
asumsi bahwa se-luruh manusia yang ada harus tetap makan, dengan standar gizi
yang meningkat, maka produksi makanan harus dinaikkan beberapa ratus persen, dari
tingkat pro-duksi saat ini. Artinya, beban itu utamanya harus diberikan pada
sektor pertanian, sebagai sektor utama penghasil bahan pangan.
Kenyataan di atas dikhawatirkan akan makin memburuk dengan makin
terwu-judnya perdagangan bebas. Perdagangan bebas sering dilihat sebagai hal
yang men-ciptakan ruang berkembang bagi proses akumulasi gas-gas rumah kaca.
1) Panen padi kosong
Bencana
yang dialami petani Indramayu, oleh pemerintah daerah dianggap dampak
meningkatnya suhu bumi, alias pemanasan global. Menanam varietas Talimas itu
gagal panen di sini karena gabuk selap. Kena angin bugang. Kalau
dihitung rata-rata kerugian petani untuk satu hektar mencapai satu juta lebih.
Meningkatnya suhu bumi membuat iklim terus berubah, menjadi sulit untuk diraba.
Sehingga Sering ter-jadi keterlambatan tanam. Ini pertanda telah terjadi dampak
pemanasan global.
2) Musim yang tidak menentu (Anomali Iklim)
Pemanasan
global yang memicu anomali iklim. Sederhananya, iklim menyim-pang dari
biasanya. Penyimpangan iklim ini terus meningkat, baik seringnya, gawat-nya,
maupun lamanya. Namun dampak perubahan iklim terhadap pertanian tidak langsung.
Biasanya diawali dengan musim yang kacau serta munculnya bencana banjir dan
kekeringan. Para petani, nelayan dan semua pihak yang berkaitan langsung dengan
kondisi cuaca dibuat pusing oleh anomali cuaca ekstrem. Musim kemarau seolah
bertumpuk dengan musim hujan sehingga sepanjang waktu selalu basah. Bahkan di
sejumlah tempat hujan lebat tempat telah mengakibatkan banjir bandang yang
menenggelam-kan ratusan hektar sawah, dan ladang. Anomali cuaca ini juga
menggandeng angin puting beliung yang memporak porandakan sejumlah rumah dan
pepohonan. Anomali cuaca ekstrem ini merupakan salah satu dampak dari global
warming. Fenomena global ini membuat kalang kabut para petani dan pengusaha
agribisnis. Tidak hanya banjir yang diterima juga terdapat peningkatan populasi
hama. Banyak terjadi kasus ratusan hetar lahan benih milik sebuah BUMN yang
hancur tidak dapat dipanen akibat adanya wereng. Serangan hama penggerek juga
mengalami peningkat-an sehingga mengganggu petani padi. Dampak ini juga
berpengaruh kepada petani tebu, karena mengakibatkan kadar air yang tinggi,
sehingga terjadi penurunan ren-demen tebu. Global warming dalam jangka
panjang akan mengubah perilaku iklim. Untuk di Indonesia, teori iklim dua musim
sudah kurang tepat, karena pada kenyataannya di musim kemarau sering terjadi
hujan dan di musim penghujan sering juga terjadi kemarau. Perubahan iklim ini
tentunnya akan mempengaruhi tumbuhan dan hewan, baik secara fisiologis maupun
morfologisnya dalam jangka panjang. Pada tanaman yang tidak tahan air peka pada
curah hujan yang tinggi, maka tidak akan tumbuh dengan baik pada iklim yang
tidak menentu. Dalam jangka panjang akan terjadi pengurangan populasi tumbuhan
yang tidak dapat hidup dalam iklim yang tidak me-nentu. Demikian juga terjadi
sebaliknya.
3) Kalender tanam berubah
Di Subang
yang merupakan sentra produksi pangan, hasil studi menunjukkan: jika intensitas
anomali kuat, maka masa tanam mundur 30 hari. Itu terjadi jika musim kemarau
maju lebih cepat tiga puluh hari dan musim hujan mundur 20 hari. Tapi kalau
anomalinya sedang, mundurnya cuma 20 hari. Iklim yang sulit diperhitungkan
menyebabkan petani sulit menyusun kalender tanam. Jadi kalau musim kemarau,
lahan pertanian kekeringan. Sedang kalau musim hujan, yang dialami cuma banjir.
Petani jelas rugi. Karena ramalan iklim susah ditebak. Kita kecolongan terus di
lapangan. Yang kita mampu adalah menyiasati bagaimana sebelum kekeringan, panen
sudah selesai. Ternyata perkiraan meleset. Seperti sekarang, kita perkirakan
tanam Oktober 2010, tapi sekarang belum menanam. Apa ada prediksi kalau Januari
2011 tidak banjir? Sangat sulit untuk memprediksi hal tersebut. Sukar
ditentukan kapan persisnya dampak perubahan iklim terjadi. Ada pakar yang
berpendapat perubahan iklim sudah terjadi pada tahun 1970an, tapi ada juga yang
bilang baru tahun 1997. Pemerintah sendiri melalui Direktur Pengelolaan Air
Departemen Pertanian, mengakui dampak perubahan iklim untuk sektor pertanian di
Indonesia baru diawasi 1997.
4) Penurunan Produksi Pertanian Indonesia
Global
Warming yang selanjutnya berakibat pada
ketidakpastian perubahan iklim, seperti banyak disinyalir oleh para pakar
iklim, disebabkan oleh meningkatnya kadar CO2, CFCs, gas Metana, dan gas-gas
lainnya — tergabung dalam gas ‘rumah kaca’ — di atmosfir. Seperti diketahui,
emisi gas-gas rumah kaca biasanya dihasilkan oleh proses produksi dari
industri-industri, terutama yang menjadikan bahan kimia se-bagai salah satu
bahan dasarnya. Untuk menghindari keadaan tersebut, maka tak ada jalan lain
kecuali mengurangi kadar/akumulasi gas-gas rumah kaca dalam atmosfer, lewat
pembatasan/pengendalian terhadap pola produksi dan konsumsi yang polutif.
Namun, tampaknya, masih dibutuhkan waktu yang panjang untuk sampai pada keadaan
tersebut. Kondisi mutakhir menunjukkan bahwa kecenderungan emisi gas-gas rumah
kaca ternyata makin meningkat dari waktu ke waktu. Di Indonesia, pe-ngaruh
pemanasan global telah menyebabkan perubahan iklim, antara lain terlihat dari
curah hujan di bawah normal, sehingga masa tanam terganggu, dan meningkat-nya
curah hujan di sebagian wilayah. Kondisi tata ruang, daerah resapan air, dan
sistem irigasi yang buruk makin memicu terjadinya banjir, termasuk di area
persa-wahan. Sebagai gambaran, pada 1995 hingga 2005, total tanaman padi yang
terendam banjir berjumlah 1.926.636 hektar. Dari jumlah itu, 471.711 hektar di
antaranya mengalami puso. Sawah yang mengalami kekeringan pada kurun waktu
tersebut ber-jumlah 2.131.579 hektar, yang 328.447 hektar di antaranya gagal
panen. Adapun tahun lalu, 189.773 hektare tanaman padi mengalami gagal panen,
dari 577.046 hektar sawah yang terkena banjir dan kekeringan. Dengan rata-rata
produksi 5 ton gabah per hektar, gabah yang terbuang akibat kekeringan dan
banjir pada 2006 mencapai 948.865 ton. Untuk tahun ini, Menteri Pertanian Anton
Apriyantono menga-takan lahan pertanian yang mengalami puso karena banjir dan
kekeringan hingga Februari mencapai 33 ribu hektar. Jumlah tersebut bukan angka
tetap karena pada Maret lalu puluhan hektar tanaman juga terkena banjir. Akibat
curah hujan yang tinggi dan pengelolaan irigasi yang tidak optimal, air yang
diidentikkan sebagai rezeki dari langit tidak memberi berkah bagi penduduk
bumi.
C. Analisis dan
Pembahasan
Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk
ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu
rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Selama kurang lebih seratus
tahun terakhir, suhu rata-rata di permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18
°C. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi adalah akibat
meningkatnya emisi gas rumah kaca, seperti; karbondioksida, metana, dinitro
oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di
atmosfer. Emisi ini terutama dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar
fosil (minyak bumi dan batu bara) serta akibat penggundulan dan pembakaran
hutan.
Pemanasan global diperkirakan telah menyebabkan
perubahan-perubahan sistem terhadap ekosistem di bumi, antara lain; perubahan
iklim yang ekstrim, mencairnya es sehingga permukaan air laut naik, serta
perubahan jumlah dan pola presipitasi. Adanya perubahan sistem dalam ekosistem
ini telah memberi dampak pada kehidupan di bumi seperti terpengaruhnya hasil
pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan.
Global warming atau
pemenasan global terjadi pasti ada sebabnya, adapun beberapa penyebabnya antara
lain:
a)
Model rumah kaca
Yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global adalah dimana
model rumah kaca baik di rumah-rumah, gedung-gedung atau tempat-tempat yang
menggunakan konsep bangunan kaca ini dapat memantulkan cahaya ke udara dan
bukannya menyerap sinar matahari. Sehingga dampak dari konsep umah kaca
ini sangat berpengaruh terhadap pertambahan dan peningkatan pemanasan global di
bumi.
b) Pemborosan listrik
Listrik banyak digunakan
oleh setiap orang, namun banyak orang yang belum sadar akan penghematan
terhadap penggunaan listrik. Berbagai himbauan telah banyak digerakkan atau
dilakukan, namun pada kenyataannya banyak manusia belum bisa melakukannya,
sehingga pemborosan listrik ini bisa menjadi salah satu penyumbang meningkatnya
pemanasan global.
c)
Bahan bakar
Bahan bakar yang digunakan kendaraan
selain menggangu kesehatan juga memberikan efek bertambahnya pemanasan global
dari polusi udara yang dihasilkan setiap kendaraan.
d)
Polusi udara dari Industri dan Pabrik
Semakin banyak industri dan pabrik
yang berkembang, semakin banyak terjadinya pemanasan global. Disisi positifnya
memang industri dan pabrik bisa memberikan peluang untuk mensejahterakan rakyat
, namun disisi lain kerugian asap yang dihasilkan dari industri dan pabrik
sangat merugikan eksitensi bumi.
e)
Hutan gundul
Banyak terjadi pembakaran hutan secara
ilegal tanpa izin dari pemerintah. Padahal hutan banyak fungsinya, salah
satunya ialah bisa mencegah terjadinya banjir. Selain itu, hutanpun dapat
mereduksi suhu panas di bumi yang semakin meningkat. Sebuah sumber mengatakan
bahwa pemanasan global meningkat 50% yang penyebabnya adalah CO2 atau
karbondioksida. Dimana emisi karbondioksida disebabkan adanya kerusakan atau
pembakaran hutan. Sehingga hutan gundul menjadi salah satu penyebab
meningkatnya pemanasan global bumi.
Dampak
Global Warming
Banyak dampak yang sangat merugikan yang
dihasilkan dan dirasakan oleh semua makhluk hidup di muka bumi karena adanya
global warming atau pemanasan global yang semakin hari semakin meningkat.
Adapun dampak-dampaknya bagi kehidupan antara lain sebagai berikut.
1. Suhu dipermukaan bumi
semakin lama akan semakin ekstrim.
2. Permukaan air laut
diseluruh dunia akan meningkat.
3. Intensitas terjadinya
angin topan akan semakin meningkat.
4. Banyak terjadi
kekeringan dan kegagalan panen di seluruh dunia.
5. Akan terjadi bencana
kelaparan dan kekeringan dimuka bumi.
6. Berbagai macam penyakit
bermunculan akibat global warming.
7. Terjadinya kepunahan
beberapa species mahluk hidup.
Cara Mencegah
Pemanasan Global
Berikut ini beberapa cara mencegah atau cara mengatasi global
warming, diantaranya seperti berikut ini.
1.
Jangan menebang hutan sembarangan
Kita sudah mengetahui bahwa hutan merupakan penghasil oksigen
terbesar atau paru-paru dunia dan untuk mendaur ulang karbondioksida., jika
hutan banyak ditebangi sembarangan, lantas siapa lagi yang akan mendaur ulang
karbon dioksida dan yang menghasilkan kita oksigen? jika oksigen semakin
sedikit atau bahkan tidak ada maka bumi akan dipenuhi dengan CO2, gas jenis ini
bersifat akan menaikkan suhu bumi. Makhluk hidup juga bernafas membutuhkan
oksigen tanpa oksigen makhluk hidup akan mati. Jadi jagalah hutan dan jangan
menebang pohon sembarangan.
2.
Kurangi penggunaan kendaraan bermotor
Gas CO2 semakin banyak akan mengakibatkan bumi semakin panas,
sedangkan kendaraan bermotor akan membuang hasil pembakaran yang berupa gas
CO2. Jika semakin sedikit kendaraan bermotor yang dioperasikan makan akan
semakin sedikit juga gas CO2 yang dihasilkan. Jadi kurangipenggunaaan kendaraan
bermotor dan pakailah secara bijak.
3.
Mengurangi atau jangan menyalakan lampu di siang hari
Tanpa kita disadari ternyata lampu akan membuat suhu menjadi
panas, jika kamu tidak percaya coba saja dengan menaruh telur ayam di dekat
lampu selama beberapa hari dan lihatlah telur ayam tersebut akan menetas. Jadi
menyalakan lampu di siang hari jika tidak diperlukan.
4.
Peningkatan Penggunaan atau Usahakan menggunakan Transportasi
Umum
Sebagian besar emisi CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar
minyak. Hal ini berlaku di seluruh belahan dunia, di mana kendaraan bermotor
merupakan sumber utama transportasi bagi sebagian besar manusia di zaman ini.
Dengan membangun lebih baik sistem transportasi umum dan penggunaanya, dan
mengurangi pemakaian kendaraan pribadi, dapat mengurangi emisi gas, dan dapat
mencegah pemanasan global.
5.
Penanaman atau menanam Pohon
Penanaman pohon adalah cara yang sangat baik untuk mengurangi
emisi karbon dioksida dan untuk mencagah atau mengatasi pemanasan global. Pohon
akan menyerap karbon dioksida dari atmosfer serta menghasilkan lingkungan yang
kaya akan oksigen dan akan mensejukan lingkungan. Makan-makanan vegetarian juga
akan membantu mengurangi pemanasan global. Jadi menanam pohon adalah langkah
yang sangat baik untuk mencegah dan mengatasi pemanasan global.
D. Simpulan
dan Saran
Manusia
menggantungkan keberlanjutan hidup dan kehidupannya pada satu bumi. Penggunaan
sumberdaya alam oleh kegiatan manusia mengakibatkan kehidupan di bumi semakin
mengancam keseimbanganya. Cara pandang yang sempit dalam mengejar kesejahteraan
hidup mengakibatkan tekanan dan kerusakan lingkungan.
Pertumbuhan
jumlah penduduk yang tinggi, pola konsumsi dan pola produksi menjadi penyebab
utama kerusakan lingkungan. Meski banyak kemajuan ekonomi telah dicapai, namun
kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan sosial menyebabkan
kualitas
kehidupan sangat tidak seimbang. Perubahan iklim akibat pemanasan global
berdampak terhadap meningkatnya suhu muka bumi, kenaikan permukaan air laut,
presipitasi dan badai yang mengakibatkan wilayah pesisir sangat rentan.
Dampak
yang diakibatkan antara lain kerusakan dan kerugian secara fisik, ekologis,
sosio-ekonomis dan kelembagaan, sehingga diperlukan mitigasi dan adaptasi untuk
keberlanjutan kehidupan manusia di bumi yang semakin panas.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 1997. Ensiklopedi
Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta :
Departemen Kehutanan RI.
www.id.wikipedia.org.
Efek Rumah Kaca. Tanggal Akses: 02 Januari 2016.
www.id.wikipedia.org.
Pemanasan Global. Tanggal Akses: 02 Januari 2016.
Suberjo.www.aa-pemanasanglobal.blogspot.com.
2009. Adaptasi Pertanian Dalam Pemanasan Global. Tanggal Akses: 02
Januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar