Senin, 08 Februari 2016

Jurnal Dampak Global Warming Terhadap Pertanian di Indonesia



DAMPAK GLOBAL WARMING TERHADAP PERTANIAN DI INDONESIA
Oleh: Karniti

Abstrak: Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini dise-babkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak. Upaya Khusus Mengatasi Global Warming adalah menanam pohon dan menggunakan bioenergi.

A.   Pendahuluan
Emisi adalah hasil kegiatan umat manusia yang meningkatkan konsentrasi gas-gas greenhouse effect seperti : Carbon dioxide, methane, chlorofluoro carbon dan nitron oxide. Peningkatan konsentrasi gas-gas di atas akan menaikkan greenhouse effect yang akhirnya menambah panas suhu permukaan bumi.
Bertambahnya panasnya suhu bumi di atas telah menyebabkan bertambahnya air di permukaan bumi menguap. Kegiatan-kegiatan manusia penyebab fenomena di atas telah terjadi sejak abad 18 ketika di mulainya revolusi industri antara lain dibuatnya pabrik-pabrik, pembangkit listrik, kendaraan transportasi dan pertanian. Manusia memanfaatkan berbagai sumberdaya yang ada di lingkungannya untuk hidup. Kita mengambil makanan dari apa yang tumbuh dan hidup di darat dan di air. Kita menghirup oksigen dari udara. Kita mengguna-kan batubara, minyak dan bahan alam lainnya untuk menghasilkan energi ataupun menjalan-kan pabrik-pabrik. Pabrik-pabrik itu menghasil-kan barang-barang yang berguna untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia.
Kepada lingkungan, manusia mengem-balikan limbah sisa-sisa pemakaiannya. Sisa makanannya di buang sebagai kotoran manusia. Sisa kegiatan sehari-hari dibuang sebagai sampah. Setelah mengambil oksigen dari udara, manusia mengembalikan karbon dioksida (CO2 ) ke udara. Demikian pula manusia mengeluarkan karbon dioksida (CO2 ) dalam jumlah besar sebagai hasil dari pembakaran bahan bakar di pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor.
Semua limbah itu diterima oleh lingkungan dan diolah oleh alam menjadi zat-zat berguna. Kotoran manusia dan hewan ternak didekomposisi dan menjadi pupuk yang menyuburkan tanah untuk memproduksi makanan lagi bagi manusia. Karbon dioksida (CO2 ) diserap oleh tumbuh-tumbuhan yang dengan bantuan klorofil dan sinar matahari diubah menjadi karbohidrat yang berupa gula, pati, serat dan keju. Benda-benda yang dihasilkan itu digunakan untuk makanan, pakaian, perumahan dan bahan bakar bagi manusia.

B.   Kajian Pustaka
1.    Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca, yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi, akan menyerap sebagian panas dan meman-tulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelom-bang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca, antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini me-nyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus mening-kat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan makin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, makin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batubara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk menye-rapnya. Energi yang masuk ke Bumi:
 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer
 25% diserap awan
 45% diserap permukaan bumi
 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi

Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permu-kaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh ber-beda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa se-nyawa organik, seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut me-megang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.

2.    Dampak Efek Rumah Kaca
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengem-bang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.

3.    Dampak Pemanasan Global
Para ilmuwan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipi-tasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa perkiraan mengenai dampak pema-nasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar, dan kesehatan manusia.
a)   Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan meng-alaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan makin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanas-an (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.

b)   Peningkatan permukaan laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama se-kitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad

c)    Suhu global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di bebe-rapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat ke-untungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

d)   Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanas-an global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

e)    Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-pe-nyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhu-bungan dengan bencana alam (banjir, badai, dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian di mana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnu-trisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit me-lalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adanya perubah-an iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (misalnya, Aedes aegipty), virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perubahan ekosis-tem yang ekstrem ini. Hal ini juga akan berdampak terhadap perubahan iklim (climate change) yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang/kebakaran hutan, DBD Kaitan den dengan musim hujan tidak menentu).

4.    Ancaman Global warming Terhadap sektor Pertanian Indonesia
Kekhawatiran orang akan menipisnya persediaan bahan pangan di dunia ini bagi pemenuhan kebutuhan umat manusia telah bergaung sejak beberapa abad lalu. Malthus, dalam karyanya yang menimbulkan perdebatan sengit, Essay on the Principle of Population, mengungkap kekhawatiran tersebut. Malthus mensinyalir bahwa, kelahiran yang tidak terkontrol, menyebabkan penduduk bertambah menurut deret ukur, sementara persediaan makanan tak akan mampu tumbuh lebih besar dari deret hitung. Kekhawatiran Malthus, dan juga banyak orang lainnya, jelas beralasan. Indikasi yang ditunjuknya telah hampir menjadi kenyataan. Menurut Bank Dunia, populasi global diperkirakan akan meningkat menjadi lebih 8,3 milyar pada tahun 2025, dari hanya sekitar 5,3 milyar saat ini. Dengan begitu, berpegang pada asumsi bahwa se-luruh manusia yang ada harus tetap makan, dengan standar gizi yang meningkat, maka produksi makanan harus dinaikkan beberapa ratus persen, dari tingkat pro-duksi saat ini. Artinya, beban itu utamanya harus diberikan pada sektor pertanian, sebagai sektor utama penghasil bahan pangan.
Kenyataan di atas dikhawatirkan akan makin memburuk dengan makin terwu-judnya perdagangan bebas. Perdagangan bebas sering dilihat sebagai hal yang men-ciptakan ruang berkembang bagi proses akumulasi gas-gas rumah kaca.
1)   Panen padi kosong 
Bencana yang dialami petani Indramayu, oleh pemerintah daerah dianggap dampak meningkatnya suhu bumi, alias pemanasan global. Menanam varietas Talimas itu gagal panen di sini karena gabuk selap. Kena angin bugang. Kalau dihitung rata-rata kerugian petani untuk satu hektar mencapai satu juta lebih. Meningkatnya suhu bumi membuat iklim terus berubah, menjadi sulit untuk diraba. Sehingga Sering ter-jadi keterlambatan tanam. Ini pertanda telah terjadi dampak pemanasan global.
2)   Musim yang tidak menentu (Anomali Iklim)
Pemanasan global yang memicu anomali iklim. Sederhananya, iklim menyim-pang dari biasanya. Penyimpangan iklim ini terus meningkat, baik seringnya, gawat-nya, maupun lamanya. Namun dampak perubahan iklim terhadap pertanian tidak langsung. Biasanya diawali dengan musim yang kacau serta munculnya bencana banjir dan kekeringan. Para petani, nelayan dan semua pihak yang berkaitan langsung dengan kondisi cuaca dibuat pusing oleh anomali cuaca ekstrem. Musim kemarau seolah bertumpuk dengan musim hujan sehingga sepanjang waktu selalu basah. Bahkan di sejumlah tempat hujan lebat tempat telah mengakibatkan banjir bandang yang menenggelam-kan ratusan hektar sawah, dan ladang. Anomali cuaca ini juga menggandeng angin puting beliung yang memporak porandakan sejumlah rumah dan pepohonan. Anomali cuaca ekstrem ini merupakan salah satu dampak dari global warming. Fenomena global ini membuat kalang kabut para petani dan pengusaha agribisnis. Tidak hanya banjir yang diterima juga terdapat peningkatan populasi hama. Banyak terjadi kasus ratusan hetar lahan benih milik sebuah BUMN yang hancur tidak dapat dipanen akibat adanya wereng. Serangan hama penggerek juga mengalami peningkat-an sehingga mengganggu petani padi. Dampak ini juga berpengaruh kepada petani tebu, karena mengakibatkan kadar air yang tinggi, sehingga terjadi penurunan ren-demen tebu. Global warming dalam jangka panjang akan mengubah perilaku iklim. Untuk di Indonesia, teori iklim dua musim sudah kurang tepat, karena pada kenyataannya di musim kemarau sering terjadi hujan dan di musim penghujan sering juga terjadi kemarau. Perubahan iklim ini tentunnya akan mempengaruhi tumbuhan dan hewan, baik secara fisiologis maupun morfologisnya dalam jangka panjang. Pada tanaman yang tidak tahan air peka pada curah hujan yang tinggi, maka tidak akan tumbuh dengan baik pada iklim yang tidak menentu. Dalam jangka panjang akan terjadi pengurangan populasi tumbuhan yang tidak dapat hidup dalam iklim yang tidak me-nentu. Demikian juga terjadi sebaliknya.
3)   Kalender tanam berubah
Di Subang yang merupakan sentra produksi pangan, hasil studi menunjukkan: jika intensitas anomali kuat, maka masa tanam mundur 30 hari. Itu terjadi jika musim kemarau maju lebih cepat tiga puluh hari dan musim hujan mundur 20 hari. Tapi kalau anomalinya sedang, mundurnya cuma 20 hari. Iklim yang sulit diperhitungkan menyebabkan petani sulit menyusun kalender tanam. Jadi kalau musim kemarau, lahan pertanian kekeringan. Sedang kalau musim hujan, yang dialami cuma banjir. Petani jelas rugi. Karena ramalan iklim susah ditebak. Kita kecolongan terus di lapangan. Yang kita mampu adalah menyiasati bagaimana sebelum kekeringan, panen sudah selesai. Ternyata perkiraan meleset. Seperti sekarang, kita perkirakan tanam Oktober 2010, tapi sekarang belum menanam. Apa ada prediksi kalau Januari 2011 tidak banjir? Sangat sulit untuk memprediksi hal tersebut. Sukar ditentukan kapan persisnya dampak perubahan iklim terjadi. Ada pakar yang berpendapat perubahan iklim sudah terjadi pada tahun 1970an, tapi ada juga yang bilang baru tahun 1997. Pemerintah sendiri melalui Direktur Pengelolaan Air Departemen Pertanian, mengakui dampak perubahan iklim untuk sektor pertanian di Indonesia baru diawasi 1997.
4)   Penurunan Produksi Pertanian Indonesia
Global Warming yang selanjutnya berakibat pada ketidakpastian perubahan iklim, seperti banyak disinyalir oleh para pakar iklim, disebabkan oleh meningkatnya kadar CO2, CFCs, gas Metana, dan gas-gas lainnya — tergabung dalam gas ‘rumah kaca’ — di atmosfir. Seperti diketahui, emisi gas-gas rumah kaca biasanya dihasilkan oleh proses produksi dari industri-industri, terutama yang menjadikan bahan kimia se-bagai salah satu bahan dasarnya. Untuk menghindari keadaan tersebut, maka tak ada jalan lain kecuali mengurangi kadar/akumulasi gas-gas rumah kaca dalam atmosfer, lewat pembatasan/pengendalian terhadap pola produksi dan konsumsi yang polutif. Namun, tampaknya, masih dibutuhkan waktu yang panjang untuk sampai pada keadaan tersebut. Kondisi mutakhir menunjukkan bahwa kecenderungan emisi gas-gas rumah kaca ternyata makin meningkat dari waktu ke waktu. Di Indonesia, pe-ngaruh pemanasan global telah menyebabkan perubahan iklim, antara lain terlihat dari curah hujan di bawah normal, sehingga masa tanam terganggu, dan meningkat-nya curah hujan di sebagian wilayah. Kondisi tata ruang, daerah resapan air, dan sistem irigasi yang buruk makin memicu terjadinya banjir, termasuk di area persa-wahan. Sebagai gambaran, pada 1995 hingga 2005, total tanaman padi yang terendam banjir berjumlah 1.926.636 hektar. Dari jumlah itu, 471.711 hektar di antaranya mengalami puso. Sawah yang mengalami kekeringan pada kurun waktu tersebut ber-jumlah 2.131.579 hektar, yang 328.447 hektar di antaranya gagal panen. Adapun tahun lalu, 189.773 hektare tanaman padi mengalami gagal panen, dari 577.046 hektar sawah yang terkena banjir dan kekeringan. Dengan rata-rata produksi 5 ton gabah per hektar, gabah yang terbuang akibat kekeringan dan banjir pada 2006 mencapai 948.865 ton. Untuk tahun ini, Menteri Pertanian Anton Apriyantono menga-takan lahan pertanian yang mengalami puso karena banjir dan kekeringan hingga Februari mencapai 33 ribu hektar. Jumlah tersebut bukan angka tetap karena pada Maret lalu puluhan hektar tanaman juga terkena banjir. Akibat curah hujan yang tinggi dan pengelolaan irigasi yang tidak optimal, air yang diidentikkan sebagai rezeki dari langit tidak memberi berkah bagi penduduk bumi.

C.   Analisis dan Pembahasan
Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Selama kurang lebih seratus tahun terakhir, suhu rata-rata di permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi adalah akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca, seperti; karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer. Emisi ini terutama dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta akibat penggundulan dan pembakaran hutan.
Pemanasan global diperkirakan telah menyebabkan perubahan-perubahan sistem terhadap ekosistem di bumi, antara lain; perubahan iklim yang ekstrim, mencairnya es sehingga permukaan air laut naik, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Adanya perubahan sistem dalam ekosistem ini telah memberi dampak pada kehidupan di bumi seperti terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan.
Global warming atau pemenasan global terjadi pasti ada sebabnya, adapun beberapa penyebabnya antara lain:
a)      Model rumah kaca
         Yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global adalah dimana model rumah kaca baik di rumah-rumah, gedung-gedung atau tempat-tempat yang menggunakan konsep bangunan kaca ini dapat memantulkan cahaya ke udara dan bukannya menyerap sinar matahari.  Sehingga dampak dari konsep umah kaca ini sangat berpengaruh terhadap pertambahan dan peningkatan pemanasan global di bumi.
b)     Pemborosan listrik
Listrik banyak digunakan oleh setiap orang, namun banyak orang yang belum sadar akan penghematan terhadap penggunaan listrik. Berbagai himbauan telah banyak digerakkan atau dilakukan, namun pada kenyataannya banyak manusia belum bisa melakukannya, sehingga pemborosan listrik ini bisa menjadi salah satu penyumbang meningkatnya pemanasan global.
c)    Bahan bakar
          Bahan bakar yang digunakan kendaraan selain menggangu kesehatan juga memberikan efek bertambahnya pemanasan global dari polusi udara yang dihasilkan setiap kendaraan.
d)   Polusi udara dari Industri dan Pabrik
          Semakin banyak industri dan pabrik yang berkembang, semakin banyak terjadinya pemanasan global. Disisi positifnya memang industri dan pabrik bisa memberikan peluang untuk mensejahterakan rakyat , namun disisi lain kerugian asap yang dihasilkan dari industri dan pabrik sangat merugikan eksitensi bumi.
e)    Hutan gundul
          Banyak terjadi pembakaran hutan secara ilegal tanpa izin dari pemerintah. Padahal hutan banyak fungsinya, salah satunya ialah bisa mencegah terjadinya banjir. Selain itu, hutanpun dapat mereduksi suhu panas di bumi yang semakin meningkat. Sebuah sumber mengatakan bahwa pemanasan global meningkat 50% yang penyebabnya adalah CO2 atau karbondioksida. Dimana emisi karbondioksida disebabkan adanya kerusakan atau pembakaran hutan. Sehingga hutan gundul menjadi salah satu penyebab meningkatnya pemanasan global bumi.

Dampak Global Warming
Banyak dampak yang sangat merugikan yang dihasilkan dan dirasakan oleh semua makhluk hidup di muka bumi karena adanya global warming atau pemanasan global yang semakin hari semakin meningkat. Adapun dampak-dampaknya bagi kehidupan antara lain sebagai berikut.
1.    Suhu dipermukaan bumi semakin lama akan semakin ekstrim.
2.    Permukaan air laut diseluruh dunia akan meningkat.
3.    Intensitas terjadinya angin topan akan semakin meningkat.
4.    Banyak terjadi kekeringan dan kegagalan panen di seluruh dunia.
5.    Akan terjadi bencana kelaparan dan kekeringan dimuka bumi.
6.    Berbagai macam penyakit bermunculan akibat global warming.
7.    Terjadinya kepunahan beberapa species mahluk hidup.

Cara Mencegah Pemanasan Global
Berikut ini beberapa cara mencegah atau cara mengatasi global warming, diantaranya seperti berikut ini.
1.    Jangan menebang hutan sembarangan
Kita sudah mengetahui bahwa hutan merupakan penghasil oksigen terbesar atau paru-paru dunia dan untuk mendaur ulang karbondioksida., jika hutan banyak ditebangi sembarangan, lantas siapa lagi yang akan mendaur ulang karbon dioksida dan yang menghasilkan kita oksigen? jika oksigen semakin sedikit atau bahkan tidak ada maka bumi akan dipenuhi dengan CO2, gas jenis ini bersifat akan menaikkan suhu bumi. Makhluk hidup juga bernafas membutuhkan oksigen tanpa oksigen makhluk hidup akan mati. Jadi jagalah hutan dan jangan menebang pohon sembarangan.
2.    Kurangi penggunaan kendaraan bermotor
Gas CO2 semakin banyak akan mengakibatkan bumi semakin panas, sedangkan kendaraan bermotor akan membuang hasil pembakaran yang berupa gas CO2. Jika semakin sedikit kendaraan bermotor yang dioperasikan makan akan semakin sedikit juga gas CO2 yang dihasilkan. Jadi kurangipenggunaaan kendaraan bermotor dan pakailah secara bijak.
3.    Mengurangi atau jangan menyalakan lampu di siang hari
Tanpa kita disadari ternyata lampu akan membuat suhu menjadi panas, jika kamu tidak percaya coba saja dengan menaruh telur ayam di dekat lampu selama beberapa hari dan lihatlah telur ayam tersebut akan menetas. Jadi menyalakan lampu di siang hari jika tidak diperlukan.
4.    Peningkatan Penggunaan atau Usahakan menggunakan Transportasi Umum
Sebagian besar emisi CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar minyak. Hal ini berlaku di seluruh belahan dunia, di mana kendaraan bermotor merupakan sumber utama transportasi bagi sebagian besar manusia di zaman ini. Dengan membangun lebih baik sistem transportasi umum dan penggunaanya, dan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi, dapat mengurangi emisi gas, dan dapat mencegah pemanasan global.
5.    Penanaman atau menanam Pohon
Penanaman pohon adalah cara yang sangat baik untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan untuk mencagah atau mengatasi pemanasan global. Pohon akan menyerap karbon dioksida dari atmosfer serta menghasilkan lingkungan yang kaya akan oksigen dan akan mensejukan lingkungan. Makan-makanan vegetarian juga akan membantu mengurangi pemanasan global. Jadi menanam pohon adalah langkah yang sangat baik untuk mencegah dan mengatasi pemanasan global.

D.  Simpulan dan Saran
Manusia menggantungkan keberlanjutan hidup dan kehidupannya pada satu bumi. Penggunaan sumberdaya alam oleh kegiatan manusia mengakibatkan kehidupan di bumi semakin mengancam keseimbanganya. Cara pandang yang sempit dalam mengejar kesejahteraan hidup mengakibatkan tekanan dan kerusakan lingkungan.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, pola konsumsi dan pola produksi menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan. Meski banyak kemajuan ekonomi telah dicapai, namun kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan sosial menyebabkan
kualitas kehidupan sangat tidak seimbang. Perubahan iklim akibat pemanasan global berdampak terhadap meningkatnya suhu muka bumi, kenaikan permukaan air laut, presipitasi dan badai yang mengakibatkan wilayah pesisir sangat rentan.
Dampak yang diakibatkan antara lain kerusakan dan kerugian secara fisik, ekologis, sosio-ekonomis dan kelembagaan, sehingga diperlukan mitigasi dan adaptasi untuk keberlanjutan kehidupan manusia di bumi yang semakin panas.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997. Ensiklopedi Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta : Departemen Kehutanan RI.
www.id.wikipedia.org. Efek Rumah Kaca. Tanggal Akses: 02 Januari 2016.
www.id.wikipedia.org. Pemanasan Global. Tanggal Akses: 02 Januari 2016.
Suberjo.www.aa-pemanasanglobal.blogspot.com. 2009. Adaptasi Pertanian Dalam Pemanasan Global. Tanggal Akses: 02 Januari 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar