Senin, 08 Februari 2016

Jurnal Fenomena Hijab Jilboobs dan Hijabers Sesuai Syari'at Agama Islam



FENOMENA HIJAB JILBOOBS DAN HIJABERS SESUAI SYARI’AT AGAMA ISLAM
Oleh: Duniyawati

Abstrak
Jurnal ini adalah respon terhadap fenomena yang akhir-akhir ini hadir di hadapan publik. Adalah dua komunitas berjilbab yang dianggap saling bertentangan. Satu komunitas dengan gerakan membudayakan jilbab fashionable namun tetap tertutup, sementara komunitas kedua menampilkan cara berjilbab yang juga fashionable namun masih menonjolkan bagian-bagian tubuh tertentu. Tujuan penulisan ini adalah mendeskripsikan kedua fenomena komunitas berjilbab tersebut. Metode penulisan menggunakan pendekatan fenomenologi dengan landasan Q.S. al-Ahzab: 59 dan Q.S. An-Nur: 31.

A. PENDAHULUAN
Dewasa ini, jilbab bukan lagi merupakan salah satu simbol ketaatan bagi seorang muslimah terhadap syari’at agama Islam, tetapi telah bergeser menjadi simbol gaya hidup berbusana yang modis dan stylis. Jika jilbab dalam Islam dimaknai sebagai ketaatan untuk berpakaian dengan pakaian yang menutup seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, tetapi jilbab dalam dunia fashion dimaknai sebagai gaya hidup yang menunjukkan keanggunan kaum perempuan.
Dalam pandangan ini, sebagian tetap memperhatikan faktor yang dapat menutup aurat sementara sebagian lagi belum sampai pada keyakinan itu. Kedua kasus ini ditunjukkan dengan kemunculan komunitas-komunitas yang berlabel jilbab, di satu sisi komunitas dengan jilbab yang modis tetapi sesuai syar’i, sementara pada sisi yang lain muncul pula komunitas yang berjilbab tetapi masih menonjolkan bagian-bagian tubuh tertentu. Inilah yang menjadi bahasan dalam Jurnal ini; mengenai penampilan yang sesuai dengan syari’at islam berjilbab antara ketaatan dan fashion.

B. KAJIAN PUSTAKA
Gaya berbusana memang selalu menarik untuk dibahas, termasuk gaya berbusana syar’i. Awalnya masyarakat menganggap aneh dengan out look dari hijab syar’i tetapi dengan seiring berkembangnya zaman dan mode yang ada saat ini hal itu tak lagi aneh, bahkan mengundang daya tarik berbusana tersendiri bagi pemakainya
Penampilan adalah bentuk citra diri yang terpancar dari diri seseorang, dan juga meupakan sarana komunikasi antara seorang individu dengan individu lainnya. Tampil menarik dapat menjadi salah satu kunci sukses dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Orang lain akan merasa nyaman, betah, dan senang dengan penampilan diri yang enak dipandang mata. Berpenampilan menarik bukan berati mewah, tetapi tergantung pada diri individu itu sendiri dalam kaitannya pengembangan diri seutuhnya secara baik.
Penampilan mengandung pengertian, diantaranya (1) enak dan menarik dipandang mata, (2) kesempurnaan penampilan dalam warna, (3) proporsi tubuh yang simetris yang menimbulkan kesan menarik. Dengan kata lain, suatu penampilan akan terlihat menarik manakala penampilan itu pleasing atau berbentuk sempurna dalam pengertian proporsi dari setiap bagian terstuktur secara harmonis.
            Pakaian adalah produk budaya, sekaligus tuntutan agama, dan moral. Dari sini lahir apa yang dinamakan pakaian tradisional, daerah dan nasional, juga pakaian resmi untuk perayaan tertentu, serta pakaian untuk beribadah. Akan tetapi perlu dicatat bahwa sebagian tuntutan agama lahir dari budaya masyarakat, karena agama sangat mempertimbangkan kondisi masyarakat sehingga menjadikan adatistiadat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilainya, sebagai salah
satu pertimbangan hukum. “al ‘adat muhakkimah” dengan rumus yang dikemukakan oleh pakar-pakar hukum Islam.
1.      Evolusi Hijab
Perintah mengenai berjilbab ketika berhadapan dengan lelaki yang bukan mahramnya, baik di luar rumah ataupun di dalam rumah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, secara historis menurut pakar tafsir bahwa sebelum turunnya ayat ini, sebetulnya masyarakat jahiliyah telah mengenal jilbab, bahkan jilbab bukanlah hal yang baru bagi mereka. Biasanya anak perempuan yang sudah mulai menginjak dewasa, mereka memakai jilbab sebagai pertanda bahwa mereka meminta dimuliakan, di samping itu bagi mereka jilbab ciri khas yang membedakan antara perempuan merdeka dengan para budak atau hamba sahaya. Bangsa Arab zaman jahiliyah mewajibkan perempuan memakai jilbab. Mereka menganggap memakai jilbab sebagai tradisi yang harus dilakukan. Dewasa ini, berjilbab bukan lagi sesuatu yang baru. Bukan pula sesuatu yang aneh. Malah perempuan yang tidak berjilbab sudah mulai kelihatan aneh dan tersisih. Terutama di daerah-daerah yang mayoritas muslim. Padahal dahulu, memakai jilbab sangat memalukan. Tidak ketinggalan pada mahasiswa perguruan tinggi Islam. Pada tahun 1980an. Mahasiswa IAIN Gorontalo yang hendak kuliah, akan mengenakan jilbab atau selendang ketika hendak masuk halaman kampus. Mereka tidak berani mengenakan jilbab dari rumah karena diolok-olok. Demikian pula siswa PGAN (pendidikan guru agama negeri) dan madrasah tsanawiyah yang identitasnya langusng ketahuan karena memakai jilbab. Mereka diolok-olok oleh siswa sekolah lain sepanjang jalan. Pendeknya, masa itu berjilbab menjadi sebuah musibah. Membutuhkan mental yang kuat. Hal ini sebagaimana terjadi di Negara-negara muslim lainnya. Pada pertengahan dekade 1970-an, sebuah fenomena yang menarik perhatian terjadi di jalanan Kairo, Mesir yang tampaknya tidak bisa dipahami oleh banyak peneliti tentang suasana orang-orang Mesir dan bahkan membingungkan penduduk lokal. Fenomena itu adalah hadirnya para mahasiswa dengan penampilan baru yang begitu tegas, nyata dan makin besar jumlahnya. Penampilan itu tidak wajar bagi umumnya penduduk kota Mesir dan bahkan bagi orangtua mahasiswa itu. Seluruh tubuh para mahasiswa itu tertutup dari kepala sampai ujung kaki, termasuk muka. Apakah krisis identitas, sekadar iseng, protes atau kehampaan ideologi, gangguan kejiwaan individual, krisis hidup, keterasingan sosial ataukah protes melawan penguasa? Respon yang sangat meremehkan mengolok-olok gejala baru itu dengan bahasa ekskulif dan materialis; “wanita-wanita itu menutup rambutnya karena mereka tidak punya uang untuk pergi ke piñata rambut, atau, mereka itu berjilbab untuk menutupi tampang buruknya, reaksi yang paling umum diekspresikan dengan istilah-istilah kelas atau gaya hidup, bahwa mereka adalah mahasiswa dari kalangan rakyat jelata/miskin yang minder dengan kehidupan kota besar. Respon lainnya adalah menyerang moralitas wanita berjilbab, “mereka berjilbab untuk menutupi hubungan seksual gelapnya dan perilakunya yang tak bermoral. Pendeknya, masa itu, memakai jilbab atau berhijab mendapat label negatif. Sekarang, keadaan itu malah sudah terbalik. Berjilbab telah menjadi tradisi, dan mereka yang tidak berjilbab menjadi tidak nyaman berada di tempat-tempat umum. Sehingga sebagian meski
tidak memakai jilbab di rumah, tetapi ketika keluar rumah harus memakai jilbab. Singkatnya, berjilbab telah menjadi tren, di mana kalangan yang sangat menggemarinya adalah kalangan anak muda dan remaja.
            Para ibu kantoran atau para wanita karir juga makin menggemari jilbab sebagai busana kerja mereka. Bahkan ibu-ibu rumah tangga tidak mau ketinggalan untuk mengikuti trend berjilbab seperti para wanita lainnya. Sekarang para perempuan ini tidak merasa terkungkung dengan jilbab yang mereka kenakan, karena mereka dapat berkreasi sesuka hati untuk dapat mengkreasikan jilbab yang mereka kenakan supaya terlihat cantik dan fashionable saat menghadiri acara-acara tertentu. Mereka menyakini bahwa walaupun memakai jilbab, tetapi masih dapat modis dan mengikuti fashion yang berkembang sekarang ini. Dahulu lingkungan kerja melarang seorang perempuan memakai jilbab. Alasannya jilbab dianggap kuno, tertutup, dan menghambat aktivitas, terutama bagi perempuan karir. Jilbab dipandang tidak mencerminkan sifat energik, aktif, modern, mobile, dan fashionable. Tapi kini tidak sulit lagi menemukan perempuan muslim memakai jilbab dalam lingkungan kerja, di kampus-kampus atau sekolah, di mall-mall, bahkan untuk kegiatan olah raga pun tidak menghalangi perempuan memakai jilbab. Bahkan Kepolisian RI beberapa waktu lalu telah mewacanakan pemakaian jilbab bagi anggota Polwan. Meski terhambat karena belum ada aturan keseragaman dan pembiayaan, tetapi paling tidak budaya berjilbab telah memaksa instansi kepolisian ini untuk menyesuaikan diri. Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan salah satunya yaitu perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup yang terjadi dalam masyarakat nampaknya mempunyai pengaruh besar di kalangan kaum
perempuan. Pengaruh tersebut antara lain dapat dilihat dari segi berjilbab di kalangan masyarakat. Perpenampilan cantik, tidak ketinggalan model atau tren masa kini, merupakan gejala sosial yang ditimbulkan oleh pesatnya. perkembangan budaya konsumersime. Perkembangan budaya konsumerisme yang semakin pesat ini dimanfaatkan oleh para pedagang dan perancang busana untuk memengaruhi citra kelompok sosial. Berbagai produk ditawarkan oleh perancang busana dan munculnya beragam pusat perbelanjaan, butik-butik muslimah berhasil melayani kebutuhan masyarakat secara umum dan secara khusus kebutuhan konsumen yang berasal dari kalangan remaja dan anak muda. Maraknya model jilbab yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan psikologis anak muda saat ini semakin mendorong perempuan memilih jilbab dalam berbusana kesehariannya. Apalagi ukuran cantik kini tidak hanya ketika menggunakan pakaian serba mini dan terbuka tetapi dengan jilbab pun bisa tampil cantik dan anggun.
2.      Hadist mengenai Hukum Berjilbab.
·         Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin: ‘’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.’’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al-Ahzab: 59)

·         Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘’Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan jannganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung  (An-Nur: 31).

·         Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘’Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (An-Nur: 30).

Dari ketiga hadist diatas sudah jelas bahwa hukum berjilbab bagi kaum muslimah wajib hukumnya, suka atau tidak berjilbab sangat dianjurkan bagi wanita yang beragam islam karena untuk mengenal identitas diri sebagai seorang muslim juga menjaga kita dari perbuatan-perbuatan yang mencelakakan kita.

C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Landasan hukum mengenai kewajiban muslimah memakai jilbab telah ditetapkan Allah Q.S. al-Ahzab: 59: Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri
orang-orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Hal ini diperjelas lagi dalam Q.S. An-Nur: 31 yaitu...dan hendaklah mereka menutupkan
kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan jannganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa jilbab bukanlah kerudung yang digantungkan di leher, bukan pula kerudung tipis yang kelihatan rambutnya atau kerudung yang hanya menutup sebagian rambut belakangnya, bukan pula kerudung sebangsa kopyah yang kelihatan lehernya atau kerudung yang hanya menutup ujung kepala bagian atas seperti ibu suster dan wanita Nasrani atau kerudung yang kelihatan dadanya, dan bukan pula selendang kecil yang dikalungkan di pundak kanannya. Dalam penggunaannya pun telah diatur sedemikian rupa dalam kitab suci al-Qur’an, yang mana dalam mengenakan jilbab tidak boleh transparan, tidak memperlihatkan lekuk tubuh, sederhana dan tidak mencolok. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, pengaruh modernisasi pun tidak dapat ditolak dan mampu mempengaruhi penggunaan jilbab bagi perempuan muslimah, khususnya mempengaruhi cara berpakaian dan penggunaan jilbab bagi wanita muslimah. Jika dulu jilbab hanyalah sebuah kain polos, berwarna gelap dan dinilai tidak dapat mengikuti perkembangan zaman, namun tampil cantik dan modis dengan gaya elegan dan feminim sekarang dapat dinikmati dengan balutan busana muslimah. Apapun bentuk dan model jilbab yang dikreasikan sebagai sebuah estetika, tetapi tetap harus berada pada jalur sesuai syari’at yang telah ditetapkan dalam al-qur’an.

Fenomena Hijabers Community
Sebagai dampak dari perkembangan fashion yang merambah ke dunia busana muslimah, tahun 2010 telah bermunculan komunitas berjilbab kontemporer. Berasal dari komunitas untuk gaya hidup dan fashion style. Seperti dilansir dalam fashion blog yakni Compagnons (2012), yang memuat artikel bahwa “komunitas K-Pop yang digandrungi banyak remaja saat ini. Selain dari itu, komunitas yang selalu hangat dibicarakan adalah komunitas jilbab kontemporer seperti “Hijabers” yang dengan cepat membuat sebuah tren berkerudung terbaru di Indonesia”. Komunitas-komunitas ini adalah sekumpulan orang yang ingin terlihat sama dalam satu pandangan dalam bergaya dan berbusana. Dengan begitu akan membantu manusia atau anggota mendapatkan identitas diri secara bersama meskipun budaya yang dianut didalamnya bukan lagi budaya murni pribadi melainkan telah terasimilasi oleh budaya yang dianut oleh komunitas tersebut. Meski demikian, selalu ada perasaan penasaran dan gairah untuk bergabung dalam setiap komunitas-komunitas yang ada. Komunitas Hijabers (hijabers community) adalah sekumpulan wanita yang berdandan sangat modis dan Islami, mereka terdiri dari para remaja dan ibu-ibu. Penampilan berbusana mereka sangat berbeda dengan kebanyakan wanita yang mengenakan busana muslim, karena model pakaian yang mereka pakai sangat stylish dan modis, dari mulai kerudung, baju sampai sepatu, tas, yang enak dipandang mata. Salah satu komunitas yang paling eksis adalah hijabers community di kota Solo. Komunitas ini pertama kali terbentuk pada tanggal 27 November 2010. Komunitas ini dibentuk dengan tujuan untuk memotivasi para perempuan yang masih ragu menggunakan jilbab. Namun merebaknya penggunaan jilbab sebagai fashion di kalangan anak muda nampaknya lebih dipengaruhi oleh kemunculan sosok Dian Pelangi dan Hijabers Community. Dian Pelangi adalah desainer muda Indonesia, yang debutnya di dunia mode telah dimulai sejak umurnya 19 tahun pada gelaran Jakarta Fashion Week 2009. Pada ajang tahunan tersebut Dian Pelangi mampu mencuri perhatian dengan rancangan busana muslim modern yang ditampilkannya. Selain itu ia adalah pendiri Hijabers Community yaitu komunitas yang berisi anak-anak muda berjilbab yang tampil modis dan gaya yang diresmikan pada tanggal 27 November 2010 di Jakarta. Hijabers Community sendiri mempunyai misi untuk memperkenalkan jilbab/kerudung yang modis kepada anak-anak muda, dan ingin mengikis anggapan bahwa para pemakai jilbab adalah orang yang kuno. Meningkatnya jumlah wanita muslimah yang memakai jilbab ini juga tidak lepas dari banyaknya event yang dilaksanakan oleh hijabers community untuk mengenalkan jilbab trendy kepada masyarakat. Salah satu event yang sering digelar oleh mereka adalah Hijab Class. Dalam acara Hijab Class ini para peserta diajarkan tentang bagaimana memakai jilbab yang modis dan trendi. Selain itu Hijabers Communnity juga memanfaatkan media jejaring sosial dalam setiap acara yang mereka buat, tercatat ada tiga media sosial yang digunakan Hijabers Community yaitu WebBlog, Facebook dan Twitter. Selain dari event-event yang dilakukan, media sosial juga mampu mengkontruksikan sebuah budaya yang dikenal dengan budaya populer. Hijabers Community tidak hanya menempatkan jilbab sebagai sebuah wujud tingginya tingkat keimanan atau ketaatan seseorang,
lebih dari itu ia juga menempatkan jilbab atau hijab sebagai suatu fashion. Apa yang dilakukan oleh perempuan berjilbab yang tergabung dalam Hijabers Community merupakan sebuah gaya hidup, yang membawa simbol-simbol keagaman mereka yaitu jilbab sebagai sebuah gaya hidup yang mereka lakukan. Jilbab gaul, modis dan stylis ala hijabers telah membawa seperangkat nilai dan trend yang dilekatkan oleh Hijabers Community sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Pada akhirnya dari gaya hidup tersebut akan mengkontruksi sebuah identitas bagi anggotanya sebagai seorang hijabers yang identik dengan seorang yang fashionabel.

Fenomena Jilboobs community
Tak mau ketinggalan dengan hijabers community, belakangan muncul tandingan yang menamakan diri jilboobs community. Fenomena ini sedang hangat-hangatnya diulas media massa, menghebohkan dunia maya dan dunia nyata. Bermula dari munculnya sebuah akun facebook dengan nama Jilboobs komunitas pada bulan Agustus 2014. Menampilkan foto-foto berjilbab seadanya. Akun itupun mendapat kecaman dari pengguna media sosial. Jilboobs merupakan istilah penggunaan jilbab namun masih berpakaian ketat dan menunjukkan lekuk tubuh. Penggunaan jilboobs tidaklah sesuai dengan syariat agama Islam yang mengharuskan penggunanya untuk menggunakan pakaian longgar dan tidak ketat. Sedangkan jilboobs hanya mementingkan menutup rambut saja. Istilah jilboobs diambil dari istilah jilbab dan boobs atau payudara wanita. Jilboob gaya berpakaian berjilbab namun masih memperlihatkan lekukan dada, pantat, dan perut10. Perempuan berjilboobs seringkali menggunakan kaus lengan panjang namun ketat atau baju lengan panjang yang tembus pandang. Atasan tersebut biasanya dipadu dengan bawahan rok tembus pandang, legging maupun celana jeans ketat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana membahas terkait industri fesyen jilboobs yang tidak sesuai dengan syariat Islam yang saat ini tengah populer di Indonesia. Jilboobs yang tengah menjadi tren tersebut menurut hemat penulis masih lebih baik dibandingkan dengan fenomena wanita tuna susila muda yang sama sekali tidak mengenakan pakaian dalam. Sebenarnya fenomena Jilboobs itu sudah lama ada, hanya belum ada komunitasnya. Sebagai sebuah fenomena sebentar lagi saya kira akan hilang karena itu hanya tren fesyen saja. Menghadapi fenomena ini, banyak kalangan yang resah, tetapi untuk sebuah evolusi berjilbab, patutlah kita menyimak sikap ulama besar terhadap fenomena ini. Suatu kisah, ketika Buya Hamka (Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah, 1908-1981) masih hidup. Ada satu kejadian yang meski tidak persis, tapi bisa jadi ilustrasi. Ketika itu ada pengajian reguler di Masjid Agung Al Azhar, di mana seorang jamaah adalah seorang perempuan muda datang memakai selendang, tapi dengan rok pendek. Dia selalu memilih duduk paling depan, sehingga mulai mengundang bisik-bisik sebagian jamaah lain yang merasa terganggu dengan penampilannya. Jamaah yang terganggu menyampaikan hal itu kepada Irfan Hamka, salah seorang putra Buya, yang menyampaikan lagi kepada ulama besar tersebut ketika mereka di rumah. "Ayah, makin banyak jamaah yang protes ke saya tentang cara pakaian ibu itu. Kenapa ayah tidak tegur?" Buya menjawab, "Kenapa harus ditegur? Dia sudah ikut mengaji sudah baik. Kalau belum apa-apa ditegur, nanti dia menghilang, bagaimana? Kita harus sabar." Pendek kata, Buya Hamka membiarkan cara pakaian jamaah perempuan itu, tanpa menegurnya. Tak lama kemudian, justru perempuan itu yang datang menghadap ke rumah Buya. Dia menyampaikan rasa terima kasih, sekaligus kekaguman, karena tak pernah ditegur Buya (apalagi di depan umum) soal busananya. "Sebelum ini saya selalu ditegur di pengajian lain," ujar perempuan itu. Perempuan itu juga minta maaf jika atas kebelummengertiannya dia malah merepotkan posisi Buya di mata jamaah lain. "Dan terjadilah keajaiban itu. "Pada pengajian berikutnya, ibu X itu sudah berpakaian muslimah seperti jamaah lainnya. Tanpa disuruh Buya sama sekali. Tanpa ditegur." Seandainya Buya Hamka masih hidup, mungkin kita akan melihat cara dakwah yang lebih sabar terhadap para "jilboob"-ers. Sebab untuk sampai pada tahap menuju "paham", seseorang harus menempuh tahap demi tahap, yang sering tidak sama kecepatannya bagi tiap individu. Para pendakwah sejati tahu hal ini, karena prinsip mengingatkan adalah "saling menasihati dalam kebenaran" dan "saling menasihati dalam kesabaran". Bukan dengan mempermalukan mereka yang sudah berniat benar, tapi tersebab satu dan lain hal, belum bisa mengaplikasikannya secara menyeluruh.
Dari pemaparan diatas fenomena hijabers dan Jilboob sangat digandrungi dari berbagai kalangan khususnya kaum remaja yang masih haus akan kefashinnable. Yang masih ingin telihat modis dan stylis walaupun berhijab, dengan begitu banyak gaya yang disuguhkan oleh komunitas hijabers dan komunitas jilboob kaum hawa pun berbondong-bondong mengenakan hijab gaul seperti ini tanpa memperdulikan kesyari’attannya. Tahukah kalian bahwa hukum dibalik hijab gaul yang tidak memenuhi syariat hukum islam yang sudah dijelaskan oleh al-qur’an ia akan sangat berdosa karena tidak mematuhi apa yang sudah Allah wahyukan. Bukankah sudah dijelaskan dalam al-qur’an bahwa perintah berjilbab itu menjulurkan jilabnya hingga menutupi seluruh tubuh, bukan menggantungkan jilbabnya dipundak maupun memperlihatkan dadanya. Ya memang mengenakan jilbab syar’I sangat merepotkan, ribet, bahkan panas, tapi bukankah lebih baik direpotkan, diribetkan, bahkan kepanasan di dunia daripada kepanasan di akhirat? Sungguh Allah sangat menyayangi umatnya bahkan kaum wanita, Allah sangat mengistimewakan kaum hawa samapai-sampai dibuatkan surat khusus wanita (An-Nisa), bukankah Allah sangat menyayangi wanita dengan memerintahkan kita untuk menutupi seluruh tubuhnya dengan jilbab agar terhindar dari marabahaya, sungguh Allah sangat menyayangi kita dengan memerintahkan dan mengistimewakanwanita, tetapi wanita itu sendiri yang menghinakan dirinya sendiri dengan berbagai alasan agar tidak ketinggalan trend. Subhanaallah. Namun dari kedua komunitas itu nampaknya yang masih menyisipkan syari’at sesuai hukum al-qur’an adalah komunitas hijabers diamana komunitas itu memperkenalkan jilbab kepada kaum remaja agar mau mengenakan jilbab walaupun yang disuguhkan banyak model yang terlalu fashionable sekali, namun komunitas ini bertujuan agar minat wanita untuk berjilbab lebih yakin lagi. Dari kedua fenomena yang telah dipaparkan diatas komunitas jilbooblah yang banyak mendapatkan banyak kecaman dari berbagai pihak karena komunitas ini sungguh tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan dalam qur’an surat al-ahzab ayat 59.
            Memang tampil cantik dambaan semua wanita, namun akan lebih baik kita tampil cantik tidak hanya dihadapan manusia saja untuk mendapatkan pujian semata, namun juga kita terlihat cantik dihadapan Allah bukankah itu jauh lebih baik? Jika kita ingin terlihat cantik dihadapan manusia ataupun Allah maka kita harus mematuhi aturan yang dibuat Allah. Boleh saja mengenakan hijab gaul asalkan tetap pada jalur yang sesuai dengan perintah Allah bukan malah melanggar perintah Allah dengan alasan agar tidak terlalu kuno. Mungkin mengenakan hijab gaul akan lebih anggun jika kita tetap pada jalur sesuai landasan al-qur’an dan al-hadist, dengan menutupkan jilbabnya hingga dada, walaupun banyak berbagai gaya setidaknya kita menyisipkan kesyar’i-an jauh lebih baik, dan bukankah tetap terlihat lebih anggun dan cantik? Boleh saja tampil gaya dengan berbagai banyak model tanpa ketinggalan style kekinian namun tetap pada jalur sesuai al-qur’an dan al-hadist. Yu, syar’ikan penampilanmu sebelum disyar’ikan oleh kain putih yang menutupi tubuhnmu, mau menunggu apalagi selagi masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri yu mulai dari sekarang. Ingat bukankah hidup itu pilihan, silahkan memilih mau yang sesuai syari’at atau yang melanggar syari’at itu hak masing-masing. Jika mengaku cinta Allah maka akan memilih dan menerapkan sesuai dengan syari’at. Life is choice.

D. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fenomena komunitas jilbab bermunculan sebagai konsekuensi dari semakin membuminya budaya berjilbab. Di satu sisi muncul komunitas yang telah mapan dalam berjilbab tetapi menjadikannya sebagai fashion yang gaul dan trendy, sementara komunitas lainnya adalah mereka yang sebelumnya adalah kaum perempuan yang berpakaian minim ala kebarat-baratan, kemudian mencoba untuk mengenakan jilbab sebagai desakan lingkungan mereka. Kelompok pertama adalah kelompok yang benar-benar eksis di dunia nyata, dengan gerakan-gerakan yang nyata, sementara kelompok kedua - meski mereka ada di sekitar kita- hanyalah komunitas di dunia maya, fenomena di dunia nyata yang dihimpun dalam beberapa akun di salah satu media sosial yang pergerakannya di dunia nyata tidak jelas. Kondisi ini menurut hemat penulis tidak perlu untuk dicela dan dicaci. Sebab pada intinya, mereka adalah para wanita yang telah mempunyai niat yang baik untuk menutup aurat, butuh proses, dan semua tergantung lingkungannya dalam member respon, termasuk kita. Penulis meyakini bahwa sebagian mereka yang telah bergabung dalam hijabers community pada mulanya adalah mereka yang sama penampilannya dengan jilboobs community. Untuk menghadapinya, patutlah kita mencontoh sikap Buya Hamka agar para jilboobs community benar-benar menjadi perempuan muslimah yang tertutup sesuai syar’I, sebagaimana hijabers community yang masih menyisispkan ketaatan dan kesyar’i-annya sesuai perintah Allah walaupun banyak model yang disuguhkannya.

Saran
            Jurnal yang saya buat ini semata-mata untuk memberikan informasi agar pengetahuan pembaca lebih bertambah mengenai penampilan yang sesuai dengan syari’at agama islam. Jika dalam jurnal ini ada kata-kata yang tidak sesuai dengan hati pembaca maka kritik dan saran dari para pembaca akan saya terima untuk kesempurnaan jurnal yang telah saya buat ini.

E. DAFTAR PUSTAKA
http://www.harianjogja.com/baca/2014/08/07/fenomena-jilboobsjilboobs-
jilbab-seksi inilah-cirinya-524568. Diakses tanggal 28 Desember 2015.
http://www.tabloidbintang.com/hobi/56493-hijabers-community-bermuladariacara-
buka-puasa-di-mal.html. Diakses tanggal 28 Desember 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar