Senin, 08 Februari 2016

Jurnal Problem Kemiskinan



PROBLEM KEMISKINAN
Oleh: Uswatun Hasanah

Abstrak
Persoalan kemiskinan adalah persoalan kehidupan umat manusia, keberadaannya telah menjadi bagian dari takdir Tuhan. Namun manusia sendiri yang menentukan pada posisi mana ia berada.Kemiskinan sering disebabkan oleh faktor kultural dan struktural, oleh karenanya analisis manaapun hendaklah melalui pendekatan kultural dan struktural.salah satu cara mengatasi kemiskinan sebagai akibat dari krisis ekonomi adalah dengan menggunakan beberapa pendekatan, antara lain pendekatan sosial, agama dan kebijakan.Tulisan ini selain akan memaparkan tentang kemiskinan juga akan mencoba memahami sebab-sebab kemiskinan, dengan fokus pada kemiskinan harta dan adakah jaminan sosial di tengahtengah kehidupan mereka.

A.Pendahuluan
Sejak  tahun 2002, sebuah  tim yang  terdiri dari para analis  Indonesia dan manca negara, dibawah naungan Program Analisa Kemiskinan di Indonesia (INDOPOV) di kantor Bank Dunia Jakarta, telah mempelajari karakteristik kemiskinan di Indonesia. Mereka  telah berusaha untuk mengidentifikasikan apa yang bermanfaat dan  tidak bermanfaat dalam upaya pengentasan kemiskinan, dan untuk memperjelas pilihan-pilihan apa saja yang tersedia untuk Pemerintah dan lembaga- lembaga non-pemerintah dalam upaya mereka untuk memperbaiki standar dan kualitas kehidupan masyarakat miskin.
            Mencoba untuk menganalisa sifat multi-dimensi dari kemiskinan di Indonesia pada saat ini melalui pandangan baru yang didasarkan pada perubahan-perubahan penting yang terjadi di negeri ini selama satu dekade terakhir. Sebelum ini, Bank Dunia telah menyusun Kajian-Kajian Kemiskinan, yaitu pada tahun 1993 dan 2001, namun kajian-kajian tersebut tidak membahas masalah kemiskinan secara mendalam. Kajian ini memaparkan kekayaaan pengetahuan yang dimiliki oleh Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia dan penulis berharap bahwa kajian ini akan menjadi sumbangan penting untuk menghangatkan diskusi kebijakan yang ada dan, pada akhirnya akan membawa perubahan dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan upaya-upaya pengentasan kemiskinan.
Indonesia yang sekarang tentu saja sangat berbeda dari Indonesia satu dekade yang lalu. Maka bukan hal yang mengejutkan apabila strategi-strategi pengentasan kemiskinan telah berubah seiring dengan perubahan yang telah dialami oleh Indonesia oleh karena itu dibuatlah makalah yang berjudul “Pengentasan Kemiskinan” dan penulis sangat berharap bahwa kajian kemiskinan ini dapat menjadi sumbangan berarti dalam menghadapi berbagai tantangan.
Tema ini diangkat dan diilhami oleh adanya fenomena yang memprihatinkan di kalangan masyarakat pedesaan, terutama yang menimpa pada masyarakat bawah. Dari sekian banyak fenomena tersebut antara lain pembangunan gedung bertingkat yang berada berbagai kota. Pembangunan tersebut hampir tak melibatkan pekerja yang note benenya adalah masyarakat pedesaan dan bawah. Pekerjaan bangunan gedung berlantai tersebut lebih mengandalkan pada padat teknologi dan bukan padat karya.

B.Kajian Teori
1.Pengertian
    1.1 Pengertian Kemiskinan Secara Umum
          adalah keadaan dimana terjadi ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

    1.2 Pengertian Kemiskinan
Menurut wikipedia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
·         Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
·         Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
·         Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Sedangkan Kepala Badan Pusat Statistik , Rusman Heriawan mengatakan seseorang dianggap miskin apabila dia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimal.Kebutuhan hidup minimal itu adalah kebutuhan untuk mengkonsumsi makanan dalam takaran 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan minimal non makanan seperti perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi. "Jadi ada kebutuhan makanan dalam kalori dan kebutuhan non makanan dalam rupiah. Kalau rupiahnya yang terakhir adalah Rp 182.636 per orang per bulan," kata Rusman Heriawan kepada BBC. Dengan definisi itu, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2008 mencapai sekitar 35.000.000 jiwa.
Angka itu merupakan hasil survei sosial ekonomi nasional, Susenas dengan sampel hanya 68.000 rumah tangga, padahal jumlah rumah tangga di Indonesia mencapai 55.000.000.  Menurut ahli statistik dari Institut Teknologi Surabaya, Kresnayana Yahya, cara pandang pemerintah terhadap kemiskinan tidak mencerminkan realitas.
"Ada yang tidak diperhitungkan, perusak-perusak kalori. Orang merokok bisa enam sampai tujuh batang. Itu sebenarnya negatif. Dia bisa mengatakan belanjanya sekian, tetapi di dalamnya ada enam-tujuh batang rokok," kata Kresnayana Yahya.

2.Faktor – Faktor Timbulnya Kemiskinan
    2.1 Pendidikan Yang Terlampau Rendah
          Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupanyya. Keterbatasan pendidikan/ keterampilan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja. Atas dasar kenyataan diatas dia miskin karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

    2.2 Malas Bekerja
      Sikap malas merupakan suatu masalah yang cukup memprihatinkan, karena masalah ini menyangkut mentalitas dan kepribadian seseorang. Adanya sikap malas ini seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja. Cenderung untuk menggantungkan hidupnya pada orang lain, baik dari keluarga, saudara atau famili yang dipandang mempunyai kemampuan untuk menanggung kebutuhan hidup mereka.

    2.3 Keterbatasan Sumber Alam
        Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Sering dikatakan oleh para ahli, bahwa masyarakat itu miskin karena memang dasarnya (alamiah miskin).
Alamiah miskin yang dimaksud adalah kekayaan alamnya, misalnya tanahnya berbatu-batu, tidak menyimpan kekayaan mineral dan sebagainya. Dengan demikian layaklah kalau miskin sumber daya alam, miskin juga masyarakatnya.

    2.4 Terbatasnya Lapangan Kerja
         Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal banyak orang mengatakan bahwa seseorang/ masyarakat harus mampu menciptakan lapangan kerja baru. Tetapi secara faktual hal tersebut kecil kemungkinannya, karena adanya keterbatasan kemampuan seseorang baik yang berupa skill atau modal.
   
2.5 Keterbatasan Modal
         Keterbatasan modal adalah sebuah kenyataan yang ada di negara-negara yang sedang berkembang, kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada sebagian besar masyarakat tersebut. Seorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat ataupun bahan dalam menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan. Keterbatasan modal bagi negara-negara yang sedang berkembang dapat diibaratkan sebagai suatu lingkaran yang tak berujung pangkal baik dari segi permintaaan modal maupuin dari segi penawaran akan modal.

2.6  Beban Keluarga  
       Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak pula tuntutan/ beban untuk hidup yang harus dipenuhi. Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan sudah pasti akan menimbulkan kemiskinan karena mereka memang berangkat dari kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi dengan pertambahan jumlah keluarga, berakibat kemiskinan akan tetap melanda dirinya dan bersifat latent.

3. Unsur Kemiskinan 
    3.1 Aspek Badaniyah
        Kemiskinan yang disebabkan Aspek Badaniyah. Biasanya orang – orang tersebut tidak bisa berbuat maksimal sebagaimana manusia lainnya yang sehat jasmaniah. Karena cacat badaniah misalnya : dia lantas berbuat atau bekerja secara tidak wajar seperti menjadi pengemis atau meminta-minta. Menurut ukuran produktifitas kerja, mereka tidak bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal malah lebih bersifat konsumtif . Sedangkan yang menyangkut Aspek Mental biasanya mereka disifati oleh sifat malas bekerja secara wajar, sebagaimana manusia lainnya. Mereka ada yang bekerja sebagai meminta-minta atau bekerja sebagai pekerja sambilan bila ada yang memerlukannya, tindakan-tindakan sepertyi itu jelas bisa menyebabkan kemiskinan bagi dirinya dan menimbulkan beban bagi masyarakat lainnya.

    3.2 Aspek Bencana
Kemiskinan yang disebabkan Aspek Bencana. Apabila tidak segera diatasi sama saja hanya akan menimbulkan beban bagi masyarakat umum lainnya. Mereka yang kena bencana alam, umumnya tidak mempunyai tempat tinggal bahkan sumber daya alam yang mereka miliki sebelumnya habis oleh pengikisan bencana alam. Kemiskinan yang disebabkan bencana alam biasanya pihak pemerintah mengambil atau menempuh dua cara. Pertama, sebagai pertolongan sementara diberikan bantuan secukupnya. Kedua, mentransmigrasikan mereka ke tempat-tempat lain yang lebih aman dan memungkinkan mereka hidup layak.

 3.3 Aspek Struktural
Kemiskinan buatan disebut juga kemiskinan Struktural. Ialah kemiskinan yang ditimbulkan oleh dan dari struktur – struktur ekonomi, soisial dan kultur serta politik. Kemiskinan struktur ini selain ditimbulkan oleh struktur penenangan atau nrimo / menerima / pasrah, memandang kemiskinan sebagai nasib, malah sebagai takdir Tuhan.

C. Analisis dan Pembahasan
Dalam membicarakan jalan keluar bagi persoalan kemiskinan ini, akan
dimulai dengan bahasan jaminan sosial yang difahami sebagai konsep formal ILO (International Labour Organisation), kemudian bahasan tentang jaminan sosial dalam konsep budaya jawa, dilanjutkan dengan bahasan mengenai pemahaman Islam secara seimbang, dan yang terakhir adalah kebijakan yang tepat.
a.       Jaminan Sosial konsep formal ILO.
Jaminan sosial sering difahami sebagai "jaminan bahwa masyarakat diberi perlindungan, melalui organisasi pemerintah, dari resiko-resiko tertentu". Dalam Konvensi No. 102 Tahun 1952 jaminan sosial dirinci menjadi sembilan bidang LI) pelayan kesehatan, (2) orang-orang sakit, (3) orang-orang yang tidak bekerja, (4) orang-orang yang jompo, (5) kecelakaan kerja, (6) keluarga, (7) ibu-ibu yang melahirkan, (8) orang-orang cacad, dan (9) janda serta anak-anak yatim piatu.
Dalam pelaksanaanya jaminan sosial ILO harus disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik negara-negara yang bersangkutan. Oleh karenanya, kadang jaminan sosial ini tidak diberikan sebagai rasa kemanusiaan, melainkan ditumpangi dengan kepentingan-kepentingan politis dari pihak-pihak tertentu. Seperti pelaksanaan jaminan sosial di Amerika Latin, jaminan sosial digunakan sebagai sarana untuk mencapai kepentingan-kepentingan tertentu yang bersifat politis dari para penguasa.
Di Indonesia -juga sebagai negara berkembang- jaminan sosial ILO diwujudkan dalam bentuk pensiun dan asuransi. Jaminan sosial yang diberikan oleh negara Indonesia ini masih sangat terbatas pada golongan tertentu : Pegawai Negeri, Militer, Polisi dan pekerja di industri-industri swasta saja. Sekarang bagaimana nasib orang miskin yang bekerja di sektor informal, baik di perkotaan maupun di pedesaan, terutama orang-orang miskin. Secara f akta, mereka justru semakin jauh dari jaminan sosial seperti yang telah dikonsepkan oleh ILO.
Fenomena semakin banyaknya para pengamen, peminta-minta dengan cara yang berbeda-beda -di perkotaan- disadari atau tidak, menandai bahwa kehidupan di desa tidak lagi mampu memberi jaminan sosial bagi mereka, sekaligus sebagai trend pola hidup rakyat di negara berkembang, dan itu juga semakin menyulitkan mengatasi persoalan kemiskinan dan jaminan sosial di masyarakat lapis bawah. Dalam pandangan Musa Asy'ari', kemiskinan -jika tidak segera diatasi- akan berdampak pada jatuhnya kualitas hidup manusia secara total, kemudian merambat pada munculnya kemiskinan spiritual dan budaya yang ditandai dengan sempitnya nalar, egoisme atau menang sendiri.
b. Jaminan Sosial konsep budaya pedesaan.
  Sekali lagi saya ingin mengatakan bahwa jaminan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat masih sebatas hanya untuk kalangan pegawai negeri, militer, polisi dan pekerja di industri saja, sementara masyarakat yang bekerja di sektor informal di perkotaan dan di sektor pertanian di pedesaan belum tersentuh oleh jaminan sosial tersebut. Namun demikian, -kiranya masih perlu bersyukur- dengan adanya budaya masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi jaringan kekeluargaan. Sistem kekeluargaan atau kekerabatan merupakan jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang kehilangan pekerjaan masa lanjut usia, sakit, menderita cacat, meninggal dunia, putus hubungan kerja, bahkan sampai pada proses memperoleh jodoh, pekerjaan dan tempat tinggal8. Dalam masyarakat pedesaan dikenal sebagai bentuk sistem tolong menolong, gotong royong yang merupakan elemen penting dalam sistem jaminan sosial di negeri ini.
Di masyarakat Jawa misalnya kita mengenal istilah sambat sincmibat, di Sulawesi Selatan kita mengenal adanya assitulung-tuhmgeng, di Sulawesi Utara kita mengenal adanya mapalu, di Ambon kita mengenal Masohi, dan di Bali kita mengenal mitulungan, jalinan yang baik antar rumah tangga ini membentuk system tolong menolong, kemudian di kenal dengan istilah gotong royong. Sistem gotong royong ini melahirkan sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan oleh setiap anggota rumah tangga. Oleh karena itu, kendati satu sama lain berbeda asal daerah, agama, profesi, pendudukan asli atau pendatang, masing-masing mempunyai kewajiban untuk mengundang manakala mempunyai hajatan : slametan, tasyakuran, kenduri atau pesta ulang tahun.
Sebut saja kampung Jomblangan Rt. 04 Banguntapan dan 3 beragama Kristen. Apabila salah satu dari anggota rumah tangga Bantul. Rumah tangga (Rt) tersebut dihuni oleh 75 keluarga; 72 keluarga beragama Islam, muslim mengadakan kenduren dalam tasyakuran bayen atau mantenan, maka keluarga tersebut berkewajiban mengundang semua tetangga Rt-nya tanpa membedakan satu sama lain. Dan bila ada warga yang tidak datang karena kesibukan tertentu, maka tetangga dekatnya dengan penuh kesadaran membawakan berknt-nya.
Saling gotong royong ini tidak saja pada makanan bagi tetangga dekatnya bila bepergian jauh, menjenguk aspek kendurenan, namun juga pada aspek yang lain, seperti membawakan oleh-oleh tetangga yang sakit, mengalami kecelakaan atau meninggal dunia. Semua bantuan itu merupakan wujud.
kelompok, suka bekerja sama, saling menerima, dan kemauan bersama untuk saling membagi suka maupun duka, tolong-menolong, saling memberikan beberapa bukti. Antara lain dalam kematian. Jika ada orang membantu satu sama lain 9. Nurjaya dalam penelitian tentang kerukunan di pedesaan Jawa yang meninggal dunia, maka para tetangga dengan segera membantu segala persiapan penguburannya. Ada yang mempersiapkan ubo rampe memandikan serta mengkafaninya, ada yang membuat surat lelayu dan diumumkan di masjid-mushalla, ada yang mencari tempat pemakaman, ada yang bersih-bersih, pasang deklit dan lampu, ada yang pinjam gelas dan tikar, ada yang pesan pengeras suara, dan ada yang menyusun acara pangrupi jenazah, semua itu dilakukan dengan rasa spontan dan ikhlas tanpa mengharapkan sesuatu apapun dari shahibul bait.
Fenomena kerukunan juga nampak pada bantuan dari tetangga yang berupa beras, roti, gula, premen, teh, serta uang 10. Dalam merehab rumah, membuat pagar rumah dan menebang pohon besar serta memasang konblok halaman, sangat umum minta bantuan kepada tetangganya. Sistem gotong royong seperti ini disebut dengan sambatan atau sambat-sinambat. Dalam sistem ini, keterikatan satu sama lain sangat diutamakan, dan bila saatnya nanti dimintai bantuannya, maka dengan rasa senang juga akan dibantu. Istilah yang sering digunakan adalah gentenan. Orang-orang yang membantu hanya diberi makanan, minuman kopi atau teh, rokok, dan makanan kecil lainnya, dan bukan berbentuk uang.
Dalam bidang pertanian, kerukunan juga nampak pada hubungan kerja antara pemilik sawah dengan petani, dimulai saat penggarapan sampai waktu panen. Seseorang yang mempunyai sawah dapat menyerahkan sawahnya tersebut diberi imbalan sejumlah padi, yang istilah jawanya adalah bawon. Dalam masyarakat yang masih tradisional, penggarap sawah juga sering membawa anak-anaknya pada masa panen untuk memungut sisa-sisa hasil panen yang tercecer, istilah yang digunakan adalah ngasak. Pola yang lain adalah penggarapan sawah dengan model man, mertelu atau rnerpat. Dalam sistem maro, pemiliki sawah dan penggarap sawah masing-masing memperoleh satu bagian dari hasil panen, tetapi semua pengeluaran menjadi tanggungan penggarap.
Dalam model gnde, si pemiliki sawah menyerahkan sawahnya kepada seseorang untuk beberapa kali panen. Sebagai imbalannya si penggarap memberi uang terlebih dahulu kepada pemiliki sawah sejumlah yang telah disepakati. Dan pada saat tempo penggarapan telah selesai, maka sawah kemudian dikembalikan kepada sipemilik sawah lagi. Model gade ini biasanya dilakukan pada saat pemilik sawah membutuhkan uang secara mendesak. Seperti untuk pesta perkawinan, selamatan, khitanan, biaya pengobatan, biaya sekolah atau untuk beli tanah. Dalam hubungan antara anak (yang sudah menikah) dengan orang tuanya juga dilandasi oleh rasa yang intim. Antara lain terlihat jika rumah tangga baru belum mampu membangun rumah sendiri (omah-omah), maka mereka boleh tinggal bersama orang tuanya. Biasanya mereka lebih senang tinggal di rumah orang tua istri, karena seorang istri lebih sreg tinggal bersama orang tuanya sendiri dari pada tinggal bersama mertua.
Bahkan tidak jarang orang tua memberi izin dan membantu putranya memiliki dapur sendiri. Orang tua juga sering membantu bahan-bahan yang telah berkeluarga untuk membangun rumah di pekarangan orang tuanya, tetapi pokok kepada putranya yang baru berkeluarga. Seperti beras, gula, kelapa dan sayur mayur, semua itu sebagai modal dan sekaligus jaminan sosial bagi putranya yang baru membangun rumah tangga. Jaminan sosial bagi putra terkecil dalam keluarga jawa, biasanya diberi rumah dan pekarangan orang tuanya. Keluarga anak terkecil inilah yang nantinya diharapkan akan menjaga, merawat dan menunggu orang tuanya bila sudah lanjut usia dan tidak mampu lagi bekerja sendiri. Dan masih banyak jaminan sosial- jaminan sosial lain yang bisa temukan dalam kehidupan di pedesaan, kendati jaminan sosial tersebut di beberapa tempat telah mengalami pergeseran sebagai akibat dari kemajuan zaman. Gejala kearah sikap meninggalkan jaminan sosial di daerah pedesaan tersebut kini telah nampak. Setidaknya dapat dilihat dari fenomena. hubungan berikut ini:
Sistem bawon dalam pertanian, yang mencerminkan kewajiban sosial petani pemilik sawah untuk membantu petard tuna kisma, dalam jaringan keluarga, kekerabatan, tetangga, kini mulai bergeser menjadi sistem tebasan Dalam sistem tebasan ini pemilik sawah tidak lagi memanggil tetangganya untuk bekerja pada musim panen, meiainkan pemilik sawah menjual padinya kepada penebas di musim panen. Penebas biasanya datang dari desa luar dengan membawa tenaga kerja khusus dan sarana angkutan mobil sendiri, untuk melakukan pekerjaan panen.
Menurut survai agroekonomi pada tahun 1972 di empat desa di Jawa Tengah, ditemukan hampir 30 % petani menjual rata-rata dua pertia padinya kepada penebas, beberapa hari sebelum musim panen. Sistem bagi hasil, dalam hubungan kerja pertanian, seperti maw, inertelu, merpat dan gade, kini telah digeser dengan sistem sewn tanah pertanian. Dalam sistem ini pemiliki sawah menyewakan tanahnya kepada penyewa dalam jangka waktu beberapa panenan.
Karena alasan-alasan praktis, pemiliki sawah lebih senang menerima uang kontan daripada menungu datangnya setiap kali panen. Pergeseran seperti ini tidak saja terjadi di dalam bidang pertanian, namun juga pada bidang-bidang lain, yang disadari atau tidak telah mengakibatkan hubungan kekeluargaan, ketetanggaan dan kekerabatan antar warga pedesaan mulai memudar. Sebagai akibatnya kepekaan terhadap tetangga berkurang dan menipisnya jaminan sosial di tengah-tengah mereka.
   C. Mengenalkan ajaran Islam yang aplikatif.
Allah telah menjadikan makhluknya dengan berpasang-pasangan; ada yang laki-laki dan ada yang perempuan, ada yang pintar ada yang bodoh, ada yang senang ada yang susah, ada yang kaya dan ada yang miskin dan ada yang kuat ada yang lemah. Semua itu telah menjadi sunnatullah dalam ciptaan-Nya. Khusus dalam hal kondisi umat yang kuat dan yang lemah, Rasul Muhammad bersabda 'Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada orang mukmin yang lemah'. Ini mengandung arti bahwa Allah menciptakan hamba-Nya ada yang kuat dan ada yang lemah, namun Allah tidak menentukan siapa yang akan menjadi kuat dan siap yang menjadi lemah.
Kuat dan lemah suatu amat sangat tergantung bagaimana umat manusia tersebut memanfaatkan potensi yang telah diberikan oleh Allah kepada umat manusia. Dalam firman-Nya Allah mengatakan 'Allah sekali-kali tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu mengubah nasibnya sendiri' ". Pada ayat yang lain juga dinyatakan 'yang demikian itu, sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kenikmatan suatu kaun, kecuali kaum itu mau mengubah dirinya sendiri' n. 11 QS, Al-Ra'du, 11" QS, Al-Anfal, 53. semesteinya budaya etos kerja Islami hams digalakkan di tengah-tengah Berdasarkan pada konsep agama tentang kehidupan tersebut, kehidupan masyarakatnya.
Etos kerja dalam Islam selalu berhubungan dengan nilai kejiwaan seseorang 13. Maksudnya hendaklah setiap pribadi muslim mengisi waktu-waktu hidupnya dengan kebiasaan-kebiasaan yang positif dan ada semacam kerinduan untuk menunjukkan kepribadiannya sebagai seorang muslim dalam bentuk Untuk mengubah masyarakat miskin menuju pada masyarakat yang hasil kerja serta sikap dan prilaku yang menuju atau mengarah pada hasil yang sempurna. berkecukupan, nampaknya harus dimulai dari pemahaman terhadap agama dengan perspektif yang baru. Terminologi orang saleh umpamanya tidak harus dimaknai sebagai orang yang bekerja tanpa pamrih, atau orang yang hanya menghabiskan waktunya untuk beribadah dalam arti yang sempit.
Orang saleh hams dimaknai dengan orang yang menempatkan doa pada posisi seimbang dengan karya. Dengan kata lain, kesalehan hendaklah diletakkan pada keaktifab praktis bukan dalam kepasifan doa14. Pemahaman terhadap agama sebagaimana tersebut di atas, tentu harus diikuti dengan pembinaan secara rutin dan terarah. Bila kedua hal tersebut berjalan seimbang -cepat atau lambat- kesejahteraan hari ini -Insya Allahakan lebih baik daripada hari kemarin, dan hari besuk akan lebih baik daripada hari ini.
Kemudian mengenai jaminan sosial, dalam masyarakat Islam dikenal adanya institusi yang mempunyai fungsi sebagai elemen penting dalam jaminan sosial yaitu zakat. Ada beberapa amalan -sebagai jaminan sosialterhadap kaum fakir miskin, antara lain: zakat mal, zakatfitrah, menyembelih hewan qurban, dan shadaqah. Zakat atau yang semakna dengan itu
dikumpulkan oleh baitul-mal, kemudian didistribusikan kepada orang yang berhak menerimanya. Sayangnya, pengumpulan zakat di kalangan umat beragama ini belum dilakukan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh.
    d. Kebijakan ekonomi yang tepat.
Untuk mengatasi persoalan kemiskinan ini, Musa Asy'ari menawarkan pemikiran yang sangat operasional, yaitu pemberdayaan industri kecil 15. Dalam pandangan Asy'ari, dipilihnya pemberdayaan industri kecil sebagai usaha mengatasi krisis antara lain beralasan : (1) ternyata industri kecil lebih dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi, (2) industri kecil lebih mudah menyesuaikan dengan perubahan, (3) dapat pemerataan ekonomi, (5) menjadi tempat yang subur dalam menanamkanjiwa usahawan sejati, yang dalam istilah Asy'ari dengan entreneurship. mengatasi problem pengangguran yang maik besar, (4) industri kecil lebih dapat menjam in Dengan merujuk pengalaman YDBA (Yayasan Dharma Bhakti Astra) yang telah lama berkecimpung dalam Industri Kecil dan Menengah (IKM), Asy'ari mengemukakan beberapa persoalan yang dihadapi IKM.
Antara lain persoalan: keterbatasan dalam akses pasar, sumber-sumber pembeayaan dan permodalan, penguasaan teknologi dan informasi, keterbatasa dalam organisasi dan manajemen, serta persoalan jaringan usaha dan kemitraan. Dalam mengatasi hal tersebut, Asy'ari menawarkan tiga model peniiekatan :
Pertama, pendekatan cultural. Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada perubahan sikap hidup pelaku usaha. Persoalan yang bersif at kepribadian pelaku industri sejak bertahun-tahun lamanya. Sistem nilai budaya ini kemudian mempengaruhi jalan hidup dan kebijakannya, cultural sangat berhubungan erat dengan sistem nilai budaya yang telah membentuk termasuk dalam dunia usaha. Seperti cara menjalankan usaha, cara bekerja, cara menghadapi mitra bisnisnya, cara menangani pesaing, cara mengatasi krisis yang muncul.
Supaya mereka dapat lepas dari kultur lamanya (agraris) pindah ke kultur industri, adalah dengan karyawan, cara mengelola uang, cara Kedua, pendekatan struktural. Pendekatan ini berkaitan dengan menggunakan keuntungan, cara menghadapi mengajak mereka keluar -untuk sementara- dari kultur agraris yang melingkupinya, melalui wisata industri dan wisata pasar. kebijakan. Seperti masalah permodalan, penguasaan teknologi, penataan pengelolaan organisasi yang lebih efektif, penyediaan bahan baku, perluasan pasar, serta kemampuan mengakses informasi global. Dalam skala prioritas, persoalan yang harus dipecahkan adalah persoalan pasar modal, 15 Musa Asy'ari, Keluar dari Krisis Multi Dimensi perluasan jaringan. , P.123-139 peningkatan penguasaan teknologi, permodalan, penataan manajemen.
  Ketiga, pendekatan jaringan. Pendekatan ini berkaitan dengan pengadaan bahan baku industri, lembaga keuangan, perusahaanperusahaan yang menggunakan produknya, serta lembaga-lembaga yang dapat memberikan pembinaan dan pemberdayaan industri kecil, baik pemerintah, swasta maupun luar negeri. Pendekatan ini dinilai sangat penting, terutama dalam usahanya mempercepat pengembangan industri kecil dan usahanya membuka peluang bisnis. Dalam pandangan Asy'ari dari industri besar, untuk memperkokoh struktur industri
, pembangunan yang ideal adalah menempatkan industri kecil sebagai subconstructing nasional 16.

D. Kesimpulan dan Saran
Berdasar pada uraian tersebut di atas, kiranya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut Pertama : persoalan kemiskinan adalah persoalan kehidupan umat manusia, keberadaannya telah menjadi bagian dari takdir Tuhan. Narnun manusia sendiri yang menentukan pada posisi mana ia berada. Kedua : kemiskinan sering disebabkan oleh faktor kultural dan straktural, oleh karenanya analisisnyapun hendaklah melalui pendekatan kultural dan struktural.Keiiga: salah satu cara mengatasi kemiskinan sebagai akibat dari krisis ekonomi adalah dengan menggunakan beberapa pendekatan, antara lain pendekatan sosial, agama dan kebijakan.
negara khilafah akan menghadapi suatu tantangan besar ketika berusaha memecahkan permasalahan kemiskinan dan ekonomi. Bagaimanapun analisa terhadap kondisi sekarang ini mengungkapkan banyaknya jalan yang dapat ditempuh negara dalam memecahkan masalah ini. Lagipula banyak orang Islam yang ikhlas menjaga dan menyebarkan ide-ide ini ke seluruh dunia agar diterapkan secara praktis dalam kehidupan. Sekarang ini negara-negara sekular memandang permasalahan dari perspektif Barat dan inilah alasan mengapa permasalahan ekonomi tidak pernah terpecahkan. Demikian juga, mengekor keyakinan pada sistem Barat dengan harapan pertumbuhan produksi kemiskinan akan hilang akan mengalami kegagalan jika Pakistan tetap melanjutkannya. Oleh karena itu, hanya dengan menerapkan sistem Islam permsalahan kemiskinan dapat dipecahkan.

E. Daftar Pustaka
Sumber : www.1924.org, Solving Poverty under the Khilafah (13 desember 1015)
Ahmad Sobary, Kesalehan, Etos Kerja dan Tingkah Laku Ekonomi, Studi
Kasus Sektor Informal di Ciater. Dalam Membangun martabat
Manusia, Yogyakarta: Gadjahmada Press, 1996.
Ellis, The Dimensions of Powerty, dalam Sunyoto Usman, Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, Sebuah Analisa Filsafat teniang Kebijaksanaan
Hidup Jawa, Jakarta: Gramedia, 1996.
Musa Asy'ari, Keluar dari Krisis Multi Dimensi, Yogyakarta: LESFI, 2001.
" Asy'ari, Ibid, P.127
Problem Kemiskinan: Analisis Sebab dan Jalan Keluar (Mardjoko Idris) 75
Nurjaya, Masalah Jaminan Sosial di Pedesaan : Kasus Jawa, dalam
Membangim Martnbat Manusin, Yogyakarta : Gadjah Mada Press,
1996.
Purwodarminto, Kamus Umiim Bahasn Indonesia, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai Pustaka, 1985.
Peter Townsed, The Concept of Powerty, London Heinemamn 1970 lewat
tulisan Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyamkat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
QS, Al-Ra'du, 11.
QS, Al-Anfal, 53.
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, Jakarta: Gema Islami, 2002.
Drs. H. Mardjoko Idris, M.Ag. Dosen Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga,
sekarang menjabat kepala PPM LPM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. VIII, No. 1 Juni 2007:62-76 (30 desember 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar