PROBLEM
KEMISKINAN
Oleh:
Uswatun Hasanah
Abstrak
Persoalan
kemiskinan adalah persoalan kehidupan umat manusia, keberadaannya telah menjadi
bagian dari takdir Tuhan. Namun manusia sendiri yang menentukan pada posisi
mana ia berada.Kemiskinan sering disebabkan oleh faktor kultural dan
struktural, oleh karenanya analisis manaapun hendaklah melalui pendekatan
kultural dan struktural.salah satu cara mengatasi kemiskinan sebagai akibat
dari krisis ekonomi adalah dengan menggunakan beberapa pendekatan, antara lain
pendekatan sosial, agama dan kebijakan.Tulisan ini selain akan memaparkan
tentang kemiskinan juga akan mencoba memahami sebab-sebab kemiskinan, dengan
fokus pada kemiskinan harta dan
adakah jaminan sosial di tengahtengah kehidupan mereka.
A.Pendahuluan
Sejak tahun 2002, sebuah tim
yang terdiri dari para analis Indonesia dan manca negara,
dibawah naungan Program Analisa Kemiskinan di Indonesia (INDOPOV) di kantor
Bank Dunia Jakarta, telah mempelajari karakteristik kemiskinan di Indonesia. Mereka telah
berusaha untuk mengidentifikasikan apa yang bermanfaat dan tidak
bermanfaat dalam upaya pengentasan kemiskinan, dan untuk memperjelas
pilihan-pilihan apa saja yang tersedia untuk Pemerintah dan lembaga- lembaga
non-pemerintah dalam upaya mereka untuk memperbaiki standar dan kualitas
kehidupan masyarakat miskin.
Mencoba untuk menganalisa
sifat multi-dimensi dari kemiskinan di Indonesia pada saat ini melalui
pandangan baru yang didasarkan pada perubahan-perubahan penting yang terjadi di
negeri ini selama satu dekade terakhir. Sebelum ini, Bank Dunia telah menyusun
Kajian-Kajian Kemiskinan, yaitu pada tahun 1993 dan 2001, namun kajian-kajian
tersebut tidak membahas masalah kemiskinan secara mendalam. Kajian ini
memaparkan kekayaaan pengetahuan yang dimiliki oleh Bank Dunia dan Pemerintah
Indonesia dan penulis berharap bahwa kajian ini akan menjadi sumbangan penting
untuk menghangatkan diskusi kebijakan yang ada dan, pada akhirnya akan membawa
perubahan dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan upaya-upaya pengentasan
kemiskinan.
Indonesia yang sekarang tentu saja sangat berbeda dari
Indonesia satu dekade yang lalu. Maka bukan hal yang mengejutkan apabila
strategi-strategi pengentasan kemiskinan telah berubah seiring dengan perubahan
yang telah dialami oleh Indonesia oleh karena itu dibuatlah makalah yang
berjudul “Pengentasan Kemiskinan” dan penulis sangat berharap bahwa kajian
kemiskinan ini dapat menjadi sumbangan berarti dalam menghadapi berbagai
tantangan.
Tema
ini diangkat dan diilhami oleh adanya fenomena yang memprihatinkan di kalangan
masyarakat pedesaan, terutama yang menimpa pada masyarakat bawah. Dari sekian
banyak fenomena tersebut antara lain pembangunan gedung bertingkat yang berada
berbagai kota. Pembangunan tersebut hampir tak melibatkan pekerja yang note
benenya adalah masyarakat pedesaan dan bawah. Pekerjaan bangunan gedung
berlantai tersebut lebih mengandalkan pada padat teknologi dan bukan padat
karya.
B.Kajian
Teori
1.Pengertian
1.1 Pengertian Kemiskinan Secara Umum
adalah
keadaan dimana terjadi ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
1.2 Pengertian Kemiskinan
Menurut wikipedia Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan
erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan
mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif,
dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah
"negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada
negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
·
Gambaran kekurangan materi, yang
biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan
barang-barang dan pelayanan dasar.
·
Gambaran tentang kebutuhan sosial,
termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
·
Gambaran tentang kurangnya penghasilan
dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat
berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Sedangkan Kepala Badan
Pusat Statistik , Rusman Heriawan mengatakan seseorang dianggap miskin apabila
dia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimal.Kebutuhan hidup minimal itu
adalah kebutuhan untuk mengkonsumsi makanan dalam takaran 2100 kilo kalori per
orang per hari dan kebutuhan minimal non makanan seperti perumahan, pendidikan,
kesehatan dan transportasi. "Jadi ada kebutuhan makanan dalam kalori dan
kebutuhan non makanan dalam rupiah. Kalau rupiahnya yang terakhir adalah Rp
182.636 per orang per bulan," kata Rusman Heriawan kepada BBC. Dengan
definisi itu, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2008 mencapai sekitar
35.000.000 jiwa.
Angka itu merupakan
hasil survei sosial ekonomi nasional, Susenas dengan sampel hanya 68.000 rumah
tangga, padahal jumlah rumah tangga di Indonesia mencapai
55.000.000. Menurut ahli statistik dari Institut Teknologi Surabaya,
Kresnayana Yahya, cara pandang pemerintah terhadap kemiskinan tidak
mencerminkan realitas.
"Ada yang tidak diperhitungkan,
perusak-perusak kalori. Orang merokok bisa enam sampai tujuh batang. Itu
sebenarnya negatif. Dia bisa mengatakan belanjanya sekian, tetapi di dalamnya
ada enam-tujuh batang rokok," kata Kresnayana Yahya.
2.Faktor –
Faktor Timbulnya Kemiskinan
2.1 Pendidikan Yang Terlampau Rendah
2.1 Pendidikan Yang Terlampau Rendah
Dengan adanya tingkat pendidikan yang
rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang
diperlukan dalam kehidupanyya. Keterbatasan pendidikan/ keterampilan yang
dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja. Atas
dasar kenyataan diatas dia miskin karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya.
2.2 Malas Bekerja
Sikap malas merupakan suatu masalah yang
cukup memprihatinkan, karena masalah ini menyangkut mentalitas dan kepribadian
seseorang. Adanya sikap malas ini seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak
bergairah untuk bekerja. Cenderung untuk menggantungkan hidupnya pada orang
lain, baik dari keluarga, saudara atau famili yang dipandang mempunyai
kemampuan untuk menanggung kebutuhan hidup mereka.
2.3 Keterbatasan Sumber Alam
Kemiskinan akan melanda suatu
masyarakat apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi
kehidupan mereka. Sering dikatakan oleh para ahli, bahwa masyarakat itu miskin
karena memang dasarnya (alamiah miskin).
Alamiah miskin
yang dimaksud adalah kekayaan alamnya, misalnya tanahnya berbatu-batu, tidak
menyimpan kekayaan mineral dan sebagainya. Dengan demikian layaklah kalau miskin
sumber daya alam, miskin juga masyarakatnya.
2.4 Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan
membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal banyak orang
mengatakan bahwa seseorang/ masyarakat harus mampu menciptakan lapangan kerja
baru. Tetapi secara faktual hal tersebut kecil kemungkinannya, karena adanya
keterbatasan kemampuan seseorang baik yang berupa skill atau modal.
2.5
Keterbatasan Modal
Keterbatasan modal adalah sebuah
kenyataan yang ada di negara-negara yang sedang berkembang, kenyataan tersebut
membawa kemiskinan pada sebagian besar masyarakat tersebut. Seorang miskin
sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat ataupun bahan dalam
menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh
penghasilan. Keterbatasan modal bagi negara-negara yang sedang berkembang dapat
diibaratkan sebagai suatu lingkaran yang tak berujung pangkal baik dari segi
permintaaan modal maupuin dari segi penawaran akan modal.
2.6 Beban Keluarga
Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak pula tuntutan/ beban untuk hidup yang harus dipenuhi. Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan sudah pasti akan menimbulkan kemiskinan karena mereka memang berangkat dari kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi dengan pertambahan jumlah keluarga, berakibat kemiskinan akan tetap melanda dirinya dan bersifat latent.
Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak pula tuntutan/ beban untuk hidup yang harus dipenuhi. Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan sudah pasti akan menimbulkan kemiskinan karena mereka memang berangkat dari kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi dengan pertambahan jumlah keluarga, berakibat kemiskinan akan tetap melanda dirinya dan bersifat latent.
3. Unsur Kemiskinan
3.1 Aspek Badaniyah
Kemiskinan yang disebabkan Aspek
Badaniyah. Biasanya orang – orang tersebut tidak bisa berbuat maksimal
sebagaimana manusia lainnya yang sehat jasmaniah. Karena cacat badaniah
misalnya : dia lantas berbuat atau bekerja secara tidak wajar seperti menjadi
pengemis atau meminta-minta. Menurut ukuran produktifitas kerja, mereka tidak
bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal malah lebih bersifat konsumtif .
Sedangkan yang menyangkut Aspek Mental biasanya mereka disifati oleh sifat
malas bekerja secara wajar, sebagaimana manusia lainnya. Mereka ada yang
bekerja sebagai meminta-minta atau bekerja sebagai pekerja sambilan bila ada
yang memerlukannya, tindakan-tindakan sepertyi itu jelas bisa menyebabkan
kemiskinan bagi dirinya dan menimbulkan beban bagi masyarakat lainnya.
3.2 Aspek Bencana
3.2 Aspek Bencana
Kemiskinan
yang disebabkan Aspek Bencana. Apabila tidak segera diatasi sama saja hanya
akan menimbulkan beban bagi masyarakat umum lainnya. Mereka yang kena bencana
alam, umumnya tidak mempunyai tempat tinggal bahkan sumber daya alam yang
mereka miliki sebelumnya habis oleh pengikisan bencana alam. Kemiskinan yang
disebabkan bencana alam biasanya pihak pemerintah mengambil atau menempuh dua
cara. Pertama, sebagai pertolongan sementara diberikan bantuan secukupnya. Kedua,
mentransmigrasikan mereka ke tempat-tempat lain yang lebih aman dan
memungkinkan mereka hidup layak.
3.3 Aspek Struktural
Kemiskinan
buatan disebut juga kemiskinan Struktural. Ialah kemiskinan yang ditimbulkan
oleh dan dari struktur – struktur ekonomi, soisial dan kultur serta politik.
Kemiskinan struktur ini selain ditimbulkan oleh struktur penenangan atau nrimo
/ menerima / pasrah, memandang kemiskinan sebagai nasib, malah sebagai takdir
Tuhan.
C. Analisis dan Pembahasan
Dalam membicarakan jalan keluar bagi
persoalan kemiskinan ini, akan
dimulai dengan bahasan jaminan sosial yang difahami
sebagai konsep formal ILO (International Labour Organisation), kemudian
bahasan tentang jaminan sosial dalam konsep budaya jawa, dilanjutkan dengan
bahasan mengenai pemahaman Islam secara seimbang, dan yang terakhir adalah
kebijakan yang tepat.
a. Jaminan Sosial konsep formal ILO.
Jaminan sosial sering difahami sebagai
"jaminan bahwa masyarakat diberi perlindungan, melalui organisasi
pemerintah, dari resiko-resiko tertentu". Dalam Konvensi No. 102 Tahun
1952 jaminan sosial dirinci menjadi sembilan bidang LI) pelayan kesehatan, (2)
orang-orang sakit, (3) orang-orang yang tidak bekerja, (4) orang-orang yang
jompo, (5) kecelakaan kerja, (6) keluarga, (7) ibu-ibu yang melahirkan, (8)
orang-orang cacad, dan (9) janda serta anak-anak yatim piatu.
Dalam pelaksanaanya jaminan sosial ILO harus
disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik negara-negara yang bersangkutan.
Oleh karenanya, kadang jaminan sosial ini tidak diberikan sebagai rasa
kemanusiaan, melainkan ditumpangi dengan kepentingan-kepentingan politis dari
pihak-pihak tertentu. Seperti pelaksanaan jaminan sosial di Amerika Latin,
jaminan sosial digunakan sebagai sarana untuk mencapai kepentingan-kepentingan
tertentu yang bersifat politis dari para penguasa.
Di Indonesia -juga sebagai negara berkembang-
jaminan sosial ILO diwujudkan dalam bentuk pensiun dan asuransi. Jaminan sosial
yang diberikan oleh negara Indonesia ini masih sangat terbatas pada golongan
tertentu : Pegawai Negeri, Militer, Polisi dan pekerja di industri-industri
swasta saja. Sekarang bagaimana nasib orang miskin yang bekerja di sektor
informal, baik di perkotaan maupun di pedesaan, terutama orang-orang miskin.
Secara f akta, mereka justru semakin jauh dari jaminan sosial seperti yang
telah dikonsepkan oleh ILO.
Fenomena semakin banyaknya para pengamen,
peminta-minta dengan cara yang berbeda-beda -di perkotaan- disadari atau tidak,
menandai bahwa kehidupan di desa tidak lagi mampu memberi jaminan sosial bagi
mereka, sekaligus sebagai trend pola hidup rakyat di negara berkembang, dan itu
juga semakin menyulitkan mengatasi persoalan kemiskinan dan jaminan sosial di
masyarakat lapis bawah. Dalam pandangan Musa Asy'ari', kemiskinan -jika tidak
segera diatasi- akan berdampak pada jatuhnya kualitas hidup manusia secara
total, kemudian merambat pada munculnya kemiskinan spiritual dan budaya yang
ditandai dengan sempitnya nalar, egoisme atau menang sendiri.
b. Jaminan Sosial konsep budaya
pedesaan.
Sekali lagi saya
ingin mengatakan bahwa jaminan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada
masyarakat masih sebatas hanya untuk kalangan pegawai negeri, militer, polisi
dan pekerja di industri saja, sementara masyarakat yang bekerja di sektor
informal di perkotaan dan di sektor pertanian di pedesaan belum tersentuh oleh
jaminan sosial tersebut. Namun demikian, -kiranya masih perlu bersyukur- dengan
adanya budaya masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi jaringan kekeluargaan.
Sistem kekeluargaan atau kekerabatan merupakan jaminan sosial bagi anggota
masyarakat yang kehilangan pekerjaan masa lanjut usia, sakit, menderita cacat,
meninggal dunia, putus hubungan kerja, bahkan sampai pada proses memperoleh
jodoh, pekerjaan dan tempat tinggal8. Dalam masyarakat pedesaan dikenal sebagai
bentuk sistem tolong menolong, gotong royong yang merupakan elemen penting
dalam sistem jaminan sosial di negeri ini.
Di masyarakat Jawa misalnya kita mengenal
istilah sambat sincmibat, di Sulawesi Selatan kita mengenal adanya assitulung-tuhmgeng,
di Sulawesi Utara kita mengenal adanya mapalu, di Ambon kita
mengenal Masohi, dan di Bali kita mengenal mitulungan, jalinan
yang baik antar rumah tangga ini membentuk system tolong menolong, kemudian di
kenal dengan istilah gotong royong. Sistem gotong royong ini melahirkan
sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan oleh setiap anggota rumah tangga.
Oleh karena itu, kendati satu sama lain berbeda asal daerah, agama, profesi,
pendudukan asli atau pendatang, masing-masing mempunyai kewajiban untuk mengundang
manakala mempunyai hajatan : slametan, tasyakuran, kenduri atau pesta ulang
tahun.
Sebut saja kampung Jomblangan Rt. 04
Banguntapan dan 3 beragama Kristen. Apabila salah satu dari anggota rumah
tangga Bantul. Rumah tangga (Rt) tersebut dihuni oleh 75 keluarga; 72 keluarga
beragama Islam, muslim mengadakan kenduren dalam tasyakuran bayen atau
mantenan, maka keluarga tersebut berkewajiban mengundang semua tetangga
Rt-nya tanpa membedakan satu sama lain. Dan bila ada warga yang tidak datang
karena kesibukan tertentu, maka tetangga dekatnya dengan penuh kesadaran
membawakan berknt-nya.
Saling gotong royong ini tidak saja pada
makanan bagi tetangga dekatnya bila bepergian jauh, menjenguk aspek kendurenan,
namun juga pada aspek yang lain, seperti membawakan oleh-oleh tetangga yang
sakit, mengalami kecelakaan atau meninggal dunia. Semua bantuan itu merupakan
wujud.
kelompok, suka bekerja sama, saling menerima,
dan kemauan bersama untuk saling membagi suka maupun duka, tolong-menolong,
saling memberikan beberapa bukti. Antara lain dalam kematian. Jika ada orang
membantu satu sama lain 9. Nurjaya dalam penelitian tentang kerukunan di
pedesaan Jawa yang meninggal dunia, maka para tetangga dengan segera membantu
segala persiapan penguburannya. Ada yang mempersiapkan ubo rampe
memandikan serta mengkafaninya, ada yang membuat surat lelayu dan diumumkan di
masjid-mushalla, ada yang mencari tempat pemakaman, ada yang bersih-bersih,
pasang deklit dan lampu, ada yang pinjam gelas dan tikar, ada yang pesan
pengeras suara, dan ada yang menyusun acara pangrupi jenazah, semua itu
dilakukan dengan rasa spontan dan ikhlas tanpa mengharapkan sesuatu apapun dari
shahibul bait.
Fenomena kerukunan juga nampak pada bantuan
dari tetangga yang berupa beras, roti, gula, premen, teh, serta uang 10. Dalam
merehab rumah, membuat pagar rumah dan menebang pohon besar serta memasang
konblok halaman, sangat umum minta bantuan kepada tetangganya. Sistem gotong
royong seperti ini disebut dengan sambatan atau sambat-sinambat. Dalam sistem ini,
keterikatan satu sama lain sangat diutamakan, dan bila saatnya nanti dimintai
bantuannya, maka dengan rasa senang juga akan dibantu. Istilah yang sering
digunakan adalah gentenan. Orang-orang yang membantu hanya diberi
makanan, minuman kopi atau teh, rokok, dan makanan kecil lainnya, dan bukan
berbentuk uang.
Dalam bidang pertanian, kerukunan juga nampak
pada hubungan kerja antara pemilik sawah dengan petani, dimulai saat
penggarapan sampai waktu panen. Seseorang yang mempunyai sawah dapat
menyerahkan sawahnya tersebut diberi imbalan sejumlah padi, yang istilah
jawanya adalah bawon. Dalam masyarakat yang masih tradisional, penggarap
sawah juga sering membawa anak-anaknya pada masa panen untuk memungut sisa-sisa
hasil panen yang tercecer, istilah yang digunakan adalah ngasak. Pola
yang lain adalah penggarapan sawah dengan model man, mertelu atau rnerpat. Dalam
sistem maro, pemiliki sawah dan penggarap sawah masing-masing memperoleh satu
bagian dari hasil panen, tetapi semua pengeluaran menjadi tanggungan penggarap.
Dalam model gnde, si pemiliki sawah
menyerahkan sawahnya kepada seseorang untuk beberapa kali panen. Sebagai
imbalannya si penggarap memberi uang terlebih dahulu kepada pemiliki sawah
sejumlah yang telah disepakati. Dan pada saat tempo penggarapan telah selesai,
maka sawah kemudian dikembalikan kepada sipemilik sawah lagi. Model gade ini
biasanya dilakukan pada saat pemilik sawah membutuhkan uang secara mendesak.
Seperti untuk pesta perkawinan, selamatan, khitanan, biaya pengobatan, biaya
sekolah atau untuk beli tanah. Dalam hubungan antara anak (yang sudah menikah)
dengan orang tuanya juga dilandasi oleh rasa yang intim. Antara lain terlihat
jika rumah tangga baru belum mampu membangun rumah sendiri (omah-omah), maka
mereka boleh tinggal bersama orang tuanya. Biasanya mereka lebih senang tinggal
di rumah orang tua istri, karena seorang istri lebih sreg tinggal
bersama orang tuanya sendiri dari pada tinggal bersama mertua.
Bahkan tidak jarang orang tua memberi izin
dan membantu putranya memiliki dapur sendiri. Orang tua juga sering membantu
bahan-bahan yang telah berkeluarga untuk membangun rumah di pekarangan orang
tuanya, tetapi pokok kepada putranya yang baru berkeluarga. Seperti beras,
gula, kelapa dan sayur mayur, semua itu sebagai modal dan sekaligus jaminan
sosial bagi putranya yang baru membangun rumah tangga. Jaminan sosial bagi
putra terkecil dalam keluarga jawa, biasanya diberi rumah dan pekarangan orang
tuanya. Keluarga anak terkecil inilah yang nantinya diharapkan akan menjaga,
merawat dan menunggu orang tuanya bila sudah lanjut usia dan tidak mampu lagi
bekerja sendiri. Dan masih banyak jaminan sosial- jaminan sosial lain yang bisa
temukan dalam kehidupan di pedesaan, kendati jaminan sosial tersebut di
beberapa tempat telah mengalami pergeseran sebagai akibat dari kemajuan zaman.
Gejala kearah sikap meninggalkan jaminan sosial di daerah pedesaan tersebut
kini telah nampak. Setidaknya dapat dilihat dari fenomena. hubungan berikut
ini:
Sistem bawon dalam pertanian, yang
mencerminkan kewajiban sosial petani pemilik sawah untuk membantu petard tuna
kisma, dalam jaringan keluarga, kekerabatan, tetangga, kini mulai bergeser
menjadi sistem tebasan Dalam sistem tebasan ini pemilik sawah tidak lagi
memanggil tetangganya untuk bekerja pada musim panen, meiainkan pemilik sawah
menjual padinya kepada penebas di musim panen. Penebas biasanya datang dari
desa luar dengan membawa tenaga kerja khusus dan sarana angkutan mobil sendiri,
untuk melakukan pekerjaan panen.
Menurut survai agroekonomi pada tahun 1972 di
empat desa di Jawa Tengah, ditemukan hampir 30 % petani menjual rata-rata dua
pertia padinya kepada penebas, beberapa hari sebelum musim panen. Sistem bagi
hasil, dalam hubungan kerja pertanian, seperti maw, inertelu, merpat dan
gade, kini telah digeser dengan sistem sewn tanah pertanian.
Dalam sistem ini pemiliki sawah menyewakan tanahnya kepada penyewa dalam jangka
waktu beberapa panenan.
Karena alasan-alasan praktis, pemiliki sawah
lebih senang menerima uang kontan daripada menungu datangnya setiap kali panen.
Pergeseran seperti ini tidak saja terjadi di dalam bidang pertanian, namun juga
pada bidang-bidang lain, yang disadari atau tidak telah mengakibatkan hubungan
kekeluargaan, ketetanggaan dan kekerabatan antar warga pedesaan mulai memudar.
Sebagai akibatnya kepekaan terhadap tetangga berkurang dan menipisnya jaminan
sosial di tengah-tengah mereka.
C. Mengenalkan ajaran Islam yang aplikatif.
Allah telah menjadikan makhluknya dengan
berpasang-pasangan; ada yang laki-laki dan ada yang perempuan, ada yang pintar
ada yang bodoh, ada yang senang ada yang susah, ada yang kaya dan ada yang
miskin dan ada yang kuat ada yang lemah. Semua itu telah menjadi sunnatullah
dalam ciptaan-Nya. Khusus dalam hal kondisi umat yang kuat dan yang lemah,
Rasul Muhammad bersabda 'Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih
dicintai oleh Allah dari pada orang mukmin yang lemah'. Ini mengandung arti
bahwa Allah menciptakan hamba-Nya ada yang kuat dan ada yang lemah, namun Allah
tidak menentukan siapa yang akan menjadi kuat dan siap yang menjadi lemah.
Kuat dan lemah suatu amat sangat tergantung
bagaimana umat manusia tersebut memanfaatkan potensi yang telah diberikan oleh
Allah kepada umat manusia. Dalam firman-Nya Allah mengatakan 'Allah sekali-kali
tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu mengubah nasibnya
sendiri' ". Pada ayat yang lain juga dinyatakan 'yang demikian itu,
sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kenikmatan suatu kaun, kecuali kaum itu
mau mengubah dirinya sendiri' n. 11 QS, Al-Ra'du, 11" QS, Al-Anfal,
53. semesteinya budaya etos kerja Islami hams digalakkan di tengah-tengah
Berdasarkan pada konsep agama tentang kehidupan tersebut, kehidupan
masyarakatnya.
Etos kerja dalam Islam selalu berhubungan
dengan nilai kejiwaan seseorang 13. Maksudnya hendaklah setiap pribadi muslim
mengisi waktu-waktu hidupnya dengan kebiasaan-kebiasaan yang positif dan ada
semacam kerinduan untuk menunjukkan kepribadiannya sebagai seorang muslim dalam
bentuk Untuk mengubah masyarakat miskin menuju pada masyarakat yang hasil kerja
serta sikap dan prilaku yang menuju atau mengarah pada hasil yang sempurna.
berkecukupan, nampaknya harus dimulai dari pemahaman terhadap agama dengan
perspektif yang baru. Terminologi orang saleh umpamanya tidak harus dimaknai
sebagai orang yang bekerja tanpa pamrih, atau orang yang hanya menghabiskan
waktunya untuk beribadah dalam arti yang sempit.
Orang saleh hams dimaknai dengan orang yang
menempatkan doa pada posisi seimbang dengan karya. Dengan kata lain, kesalehan
hendaklah diletakkan pada keaktifab praktis bukan dalam kepasifan doa14.
Pemahaman terhadap agama sebagaimana tersebut di atas, tentu harus diikuti
dengan pembinaan secara rutin dan terarah. Bila kedua hal tersebut berjalan
seimbang -cepat atau lambat- kesejahteraan hari ini -Insya Allahakan lebih baik
daripada hari kemarin, dan hari besuk akan lebih baik daripada hari ini.
Kemudian mengenai jaminan sosial, dalam
masyarakat Islam dikenal adanya institusi yang mempunyai fungsi sebagai elemen
penting dalam jaminan sosial yaitu zakat. Ada beberapa amalan -sebagai
jaminan sosialterhadap kaum fakir miskin, antara lain: zakat mal,
zakatfitrah, menyembelih hewan qurban, dan shadaqah. Zakat atau yang
semakna dengan itu
dikumpulkan oleh baitul-mal, kemudian
didistribusikan kepada orang yang berhak menerimanya. Sayangnya, pengumpulan
zakat di kalangan umat beragama ini belum dilakukan secara sungguh-sungguh dan
menyeluruh.
d. Kebijakan ekonomi yang tepat.
Untuk mengatasi persoalan kemiskinan ini,
Musa Asy'ari menawarkan pemikiran yang sangat operasional, yaitu pemberdayaan
industri kecil 15. Dalam pandangan Asy'ari, dipilihnya pemberdayaan
industri kecil sebagai usaha mengatasi krisis antara lain beralasan : (1)
ternyata industri kecil lebih dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi, (2)
industri kecil lebih mudah menyesuaikan dengan perubahan, (3) dapat pemerataan
ekonomi, (5) menjadi tempat yang subur dalam menanamkanjiwa usahawan sejati,
yang dalam istilah Asy'ari dengan entreneurship. mengatasi problem
pengangguran yang maik besar, (4) industri kecil lebih dapat menjam in Dengan
merujuk pengalaman YDBA (Yayasan Dharma Bhakti Astra) yang telah lama
berkecimpung dalam Industri Kecil dan Menengah (IKM), Asy'ari mengemukakan
beberapa persoalan yang dihadapi IKM.
Antara lain persoalan: keterbatasan dalam
akses pasar, sumber-sumber pembeayaan dan permodalan, penguasaan teknologi dan
informasi, keterbatasa dalam organisasi dan manajemen, serta persoalan jaringan
usaha dan kemitraan. Dalam mengatasi hal tersebut, Asy'ari menawarkan tiga
model peniiekatan :
Pertama, pendekatan cultural. Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada
perubahan sikap hidup pelaku usaha. Persoalan yang bersif at kepribadian pelaku
industri sejak bertahun-tahun lamanya. Sistem nilai budaya ini kemudian
mempengaruhi jalan hidup dan kebijakannya, cultural sangat berhubungan erat
dengan sistem nilai budaya yang telah membentuk termasuk dalam dunia usaha.
Seperti cara menjalankan usaha, cara bekerja, cara menghadapi mitra bisnisnya,
cara menangani pesaing, cara mengatasi krisis yang muncul.
Supaya mereka dapat lepas dari kultur lamanya
(agraris) pindah ke kultur industri, adalah dengan karyawan, cara mengelola
uang, cara Kedua, pendekatan struktural. Pendekatan ini berkaitan dengan
menggunakan keuntungan, cara menghadapi mengajak mereka keluar -untuk
sementara- dari kultur agraris yang melingkupinya, melalui wisata industri dan
wisata pasar. kebijakan. Seperti masalah permodalan, penguasaan teknologi,
penataan pengelolaan organisasi yang lebih efektif, penyediaan bahan baku,
perluasan pasar, serta kemampuan mengakses informasi global. Dalam skala
prioritas, persoalan yang harus dipecahkan adalah persoalan pasar modal, 15
Musa Asy'ari, Keluar dari Krisis Multi Dimensi perluasan jaringan. , P.123-139
peningkatan penguasaan teknologi, permodalan, penataan manajemen.
Ketiga, pendekatan jaringan. Pendekatan
ini berkaitan dengan pengadaan bahan baku industri, lembaga keuangan,
perusahaanperusahaan yang menggunakan produknya, serta lembaga-lembaga yang
dapat memberikan pembinaan dan pemberdayaan industri kecil, baik pemerintah,
swasta maupun luar negeri. Pendekatan ini dinilai sangat penting, terutama
dalam usahanya mempercepat pengembangan industri kecil dan usahanya membuka
peluang bisnis. Dalam pandangan Asy'ari dari industri besar, untuk memperkokoh
struktur industri
, pembangunan yang ideal adalah menempatkan industri
kecil sebagai subconstructing nasional 16.
D.
Kesimpulan dan Saran
Berdasar pada uraian tersebut di atas,
kiranya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut Pertama : persoalan
kemiskinan adalah persoalan kehidupan umat manusia, keberadaannya telah menjadi
bagian dari takdir Tuhan. Narnun manusia sendiri yang menentukan pada posisi
mana ia berada. Kedua : kemiskinan sering disebabkan oleh faktor
kultural dan straktural, oleh karenanya analisisnyapun hendaklah melalui
pendekatan kultural dan struktural.Keiiga: salah satu cara mengatasi kemiskinan
sebagai akibat dari krisis ekonomi adalah dengan menggunakan beberapa
pendekatan, antara lain pendekatan sosial, agama dan kebijakan.
negara khilafah akan menghadapi suatu
tantangan besar ketika berusaha memecahkan permasalahan kemiskinan dan ekonomi.
Bagaimanapun analisa terhadap kondisi sekarang ini mengungkapkan banyaknya
jalan yang dapat ditempuh negara dalam memecahkan masalah ini. Lagipula banyak
orang Islam yang ikhlas menjaga dan menyebarkan ide-ide ini ke seluruh dunia
agar diterapkan secara praktis dalam kehidupan. Sekarang ini negara-negara
sekular memandang permasalahan dari perspektif Barat dan inilah alasan mengapa
permasalahan ekonomi tidak pernah terpecahkan. Demikian juga, mengekor
keyakinan pada sistem Barat dengan harapan pertumbuhan produksi kemiskinan akan
hilang akan mengalami kegagalan jika Pakistan tetap melanjutkannya. Oleh karena
itu, hanya dengan menerapkan sistem Islam permsalahan kemiskinan dapat
dipecahkan.
E.
Daftar Pustaka
Sumber
: www.1924.org, Solving Poverty under the Khilafah (13 desember 1015)
Ahmad
Sobary, Kesalehan, Etos Kerja dan Tingkah Laku Ekonomi, Studi
Kasus
Sektor Informal di Ciater. Dalam Membangun martabat
Manusia,
Yogyakarta: Gadjahmada Press, 1996.
Ellis, The
Dimensions of Powerty, dalam Sunyoto Usman, Pembangunan dan
Pemberdayaan
Masyarakat, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006.
Franz
Magnis Suseno, Etika Jawa, Sebuah Analisa Filsafat teniang Kebijaksanaan
Hidup
Jawa, Jakarta: Gramedia,
1996.
Musa
Asy'ari, Keluar dari Krisis Multi Dimensi, Yogyakarta: LESFI, 2001.
"
Asy'ari, Ibid, P.127
Problem
Kemiskinan: Analisis Sebab dan Jalan Keluar (Mardjoko Idris) 75
Nurjaya,
Masalah Jaminan Sosial di Pedesaan : Kasus Jawa, dalam
Membangim
Martnbat Manusin, Yogyakarta
: Gadjah Mada Press,
1996.
Purwodarminto,
Kamus Umiim Bahasn Indonesia, Pusat Pembinaan dan
Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan,
Balai Pustaka, 1985.
Peter
Townsed, The Concept of Powerty, London Heinemamn 1970 lewat
tulisan
Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyamkat,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
QS, Al-Ra'du,
11.
QS, Al-Anfal,
53.
Toto
Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, Jakarta: Gema Islami, 2002.
Drs. H.
Mardjoko Idris, M.Ag. Dosen Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga,
sekarang
menjabat kepala PPM LPM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. VIII, No. 1 Juni
2007:62-76 (30 desember 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar